Selamat Datang di Blog Diary Saya...

Anda dapat menelusuri Tulisan Lengkap saya tentang Proses Utuh Perjalanan Spiritual di:
http://katharsis-completejourney.blogspot.com/
Tulisan saya yang lain :
http://taskm.blogspot.com

29 Desember 2009

...

Pagi ini, aku kembali dari perjalanan pendekku, yang bagiku sangat memuakkan. Empat hari melewati tiga kota dengan tubuh yang menghimpit Roh Semesta. Rasa muak yang memusuhi segala manusia. Tapi, apapun itu, segala kondisi dunia saat ini sedang berada pada lereng yang menurun setelah baru saja melewati puncak… Menurun menuju kehancuran dari sebuah zaman besar yang telah berjalan berjuta tahun lamanya. Ya, sebuah mahkluk raksasa yang aku sebut kesadaran pikiran yang berasal dari akal budi. Ia sebanding dengan mahkluk manusia yang berumur 40 tahun saat ini!!! Salah satu penanda pada usia menuju tua ini adalah kuasa kepemilikan (roh kapital) manusia terhadap segala sesuatu. Sebuah kekuatan dan jalinan besar pun sudah terjadi dari sekumpulan manusia… negara. Bahkan seorang pencari kebijaksanaan pun bisa ditangkap dan dikurung ketika berada di sebuah ruang terbuka di tengah kota. Jalan singkat bagi tubuh pengembara pun terbatasi… sebuah jalan lain haruslah dicarinya, agar ia tetap mengembara…
Tidakkah apa yang dicari melampaui ruang dan waktu? Tidakkah pula Roh Semesta dengan kendali daya final dapat ditemukan kapan saja, di mana saja, dan bagaimana pun caranya?
Maka demikianlah, bagi sang pengembara pada zaman ini: “Temukanlah daya final melalui apapun yang ada di sekitarmu, karena dari mana datangnya segala hal, pengetahuan berlimpah ruah akan datang menghampiri-mu dalam perjalanan menuju Roh Semesta”.


katharsis-holydiary [12092005_(1)]

22 Desember 2009

...

Dari segala hal konkret pada zaman terbaru (sampai kapan pun nanti) dapat kita telusuri dengan daya final hingga bertemu Roh Semesta di puncak… di dalam segala hal yang konkret tersebut!
Kadang, memikirkan tentang dimensi eksistensi di dalam sebuah kamar yang terbuat dari bahan–bahan yang menempuh siklus panjang dari tangan manusia, membuatku merasa ada sandungan dalam tubuhku. Sandungan yang mengungkung, yang menyesakkan segala insang penarik nafas dalam otak. Ya… terutama ketika berenang dalam wilayah eksistensi. Ini juga salah satu sebab yang membuat perjalananku tertutup kabut dan sedikit panjang. Tapi aku telah menyadarinya, roh yang mengungkung itu. Tidakkah mereka–mereka ini adalah sesuatu yang masih sangat muda dalam tangga klasifikasi dunia daya final…? Tangga–tangga yang sudah menjulur sedemikian panjang itu, sekarang ini telah bercabang begitu banyak. Hanya Roh Semesta yang ditunggangi daya final yang mampu meloncat dan menapaki cabang – cabang yang menyesatkan tubuh kita… Karena tubuh sama nyatanya dengan benda–benda itu, lebih tua daripada mereka

katharsis-holydiary [11092005_(7)]

19 Desember 2009

Pencarian Ke Dalam... Refleksi Keluar

Menjelang siang, kenapa semuanya tiba – tiba menjadi tanpa arah? Sudah sepanjang malam hingga pagi ini, pikiran dan tubuhku terus menggali dan mencari, tapi roh semesta enggan keluar dari gua persembunyiannya di balik segala hutan roh yang halus. Kekonkretan tubuhku yang tenggelam oleh pencarian itu kehilangan kendali, baik ketika diam maupun bergerak… Dengan biji mata yang bergulir ke dalam rimba pikiran, tubuh sesungguhnya terlempar keluar dari dunianya.
Tubuh adalah media seperti halnya bahasa yang diturunkan oleh tubuh itu sendiri… Sebuah media perantara yang merefleksikan alam semesta yang berada di luar ke dalam diri sendiri… Pada saat kelahiran sebuah tubuh, di dalamnya telah terkubur roh – roh yang sangat halus tentang segala benda…
Pencariannya keluar, hanyalah untuk melatih KEsadaran terhadap dirinya sendiri (tubuh) bahwa ada satu puncak yang sama, baik dalam maupun luar. Kusadari sekarang, kenapa perjalananku kali ini tidak dapat terefleksi dengan baik! Ada keinginan untuk mencari di dalam pikiran, sehingga melahirkan keengganan berhubungan dengan alam luar, maka tubuhku sebagai media, kehilangan arah tujuannya… Kusebut ini kondisi yang menggantung. Jangkau refleksiku terlalu sempit, sehingga segala yang lembut dan dalam di sekitar tubuhku pun enggan berbicara ke dalam tempat – tempat terpencil pada semesta kecilku…


katharsis-holydiary [11092005_7]

17 November 2009

Kegilaan Seorang Seniman

Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang semalam, tibalah aku di sebuah kota kecil dimana orang menyebutnya sebagai kota seniman. Dan pagi tadi, setelah kutelusuri sebagian dari kota ini… Sengaja aku menunggu apa yang ingin dikatakan daya final-ku terhadapnya… terhadap segala roh yang beterbangan di kota ini…?

Seperti halnya orang–orang dunia yang berbuat dan mencipta, demikian pula yang terjadi pada kota ini. Segala hal yang dilakukan selalu mengarah pada kegunaannya untuk diperdagangkan, bukan kegunaan untuk mengekspresikan diri… Ada juga yang berkarya untuk mengekspresikan diri lalu kemudian untuk diperdagangkan. Tapi bagiku, kedua jalan tersebut tetap memiliki hubungan yang cacat antara sang manusia dan karya–karyanya. Yang pertama tadi memiliki kecenderungan untuk terjadi pada orang–orang yang memiliki perekonomian rendah, dimana berusaha untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Sedang yang kedua, memang lebih mungkin terjadi pada orang–orang yang memiliki perekonomian yang lebih mapan, karena ia memiliki kemungkinan waktu lebih untuk memikirkan karyanya dan tidak memiliki kecemasan terhadap kebutuhan pokok!

Kembali, bagiku ke dua jenis manusia tadi tidak mengerti ekspresi dari segala benda yang digunakannya dalam berkarya. Jenis pertama, benda–benda “disakiti” dan dipaksa untuk memenuhi kebutuhan kuantitas manusia. Dan yang ke-dua, benda–benda “dipaksa” untuk melayani kualitas dari cita–cita dan kegilaan dari sang penciptanya (seniman).
Jenis pertama adalah sang roh kapital, tapi apa sesungguhnya mahkluk jenis ke-dua yang disebut seniman itu?

Seperti seorang Blanco yang terkenal di kota ini. Ia sesungguhnya tidak ada bedanya dengan para pelukis jalanan yang sering kutemui.
Sebuah kompleks bangunan seperti istana telah diwujudkan, tapi selalu kucium aroma kebesaran tidak terletak pada kualitas kegilaannya.
Kebesarannya, seperti pada orang – orang terhormat lainnya, tidak terletak pada kualitas kedalaman dari sebuah karya, tetapi lebih kepada kepemilikan (materi + kehormatan dunia) yang menunjang karya! Inilah sebuah krisis raksasa pada segala pekerjaan: dimana pekerja, hasil kerja, nilai kerja dan sang penilai masing–masing tertipu oleh sesuatu yang sama dalam dirinya sendiri… mmg! Bahkan, setelah ilusi kepemilikan telah dibersihkan dalam diri mereka, masih ada jurang – jurang curam dan jalan–jalan sesat yang tak terlihat pada kualitas kedalaman dari karya itu sendiri. Di dalam sana… di dalam diri Blanco itu sendiri, melalui lukisan–lukisan, dia berusaha memenuhi kehendak dalam seksual-nya yang paling dalam dan paling pribadi… Sebuah variasi kenikmatan ingin disadari, dicari dan dinikmatinya dalam gua–gua hasrat tubuhnya yang paling gelap dan kelam… Sebuah pencarian dan pengejaran yang tiada habis–habisnya… Hasrat seksual yang tak pernah terpuaskan… Terjebak hingga menjelang ajal dalam kebermaknaan liar imajinasi; aku menyebutnya! Dia lupa akan kehidupan. Beginilah kiranya pandangan yang sempit dan dalam dari jiwa segala seniman!

katharsis-holydiary [10092005_(6)]

11 November 2009

...

Berhenti di sebuah banjar… ya aku memang lebih menyukai perjalanan ketimbang tujuan dari perjalanan itu sendiri. Daerah–daerah alam pariwisata yang diperjual-belikan merupakan cacat tersendiri bagiku. Karena dengan adanya tubuh, segalanya ingin dikuasai manusia?…

Siang hari yang terik, kembali diriku terbenam ke dalam kesendirian… Bicara soal pembunuhan dan kematian, sesungguhnya semua itu sama entengnya dengan makan, hanya saja karena kita memiliki tubuh pula semua itu menjadi berat!

Mmmg… dengan sendirinya dan sangat alami bahwa segala upacara dan pertemuan ritual hanyalah perbuatan yang disuguhkan kepada turunan–turunan kita. Lalu ketika beban hidup datang, segala perbuatan itu pun menjadi tempat pelarian bagi jiwa–jiwa yang berat…

katharsis-holydiary [09092005_(5) ]

Serangan Dari Dunia Manusia

Terbangun di subuh hari, aku merasakan kesendirian yang menyesakkan…Beban hati dan pikiran yang hampa dan tanpa arah. Aku memahami apa yang terjadi dengan diriku. Kesadaran pikiran atas dunia manusia ingin merebut kembali keramaiannya. Segera harus kutemukan teman–teman halusku di balik pagi yang akan menjelang…

katharsis-holydiary [09092005_(5) 05:05]

Ketidak-sadaran Orang Suci

”Penggiring”, demikianlah orang suci itu menyebutnya. Dengan rambut yang ditakdirkan panjang seperti tak terurus, lengket dan kering, dia mengakui bahwa semua itu rahmat dari sang pengiring… Kemana dia pergi, adalah tanpa tujuan…! Dia sesungguhnya bukanlah orang suci, bagiku ia sama seperti sebelumnya. Dari seseorang yang tak mampu berpikir sadar dengan pikiran, lalu terlempar tetap tak mampu berpikir sadar dengan pikiran… Dari ketidak-kendalian atas perbuatan yang dinilai buruk / kotor oleh dunia manusia hingga ketidak-kendalian atas perbuatan yang dinilai baik dan suci oleh dunia manusia… Kedua tak-kendalian ini berada di sepanjang hidupnya hingga kini… Tidakkah selama ini dia hidup lebih banyak menggunakan naluri, sebuah indikator KEsadaran yang tidak bergerak pada alam KesadaraN.Sebuah kondisi di mana alam sadar kalah bersaing dengan naluri…

katharsis-holydiary [08092005_(7) ]

04 November 2009

Jiwa Bebas

Aku sedang memikirkan apa yang disebut jiwa bebas dari daya final-ku… Jiwa bebas, sesungguhnya berada di dalam kontrol nilai dalam dunia manusia, baik itu nilai subjektifitas kita, objektif maupun tradisi. Tapi andai demikian halnya, bukankah hari ini aku seharusnya tidak berada di sini… di bawah pohon yang kering ini?! Jiwa bebas membuat gerak tubuh kita tanpa arah, karena pikiran daya final juga sangat bebas, bahkan pikiran jenis ini merupakan kerajaan dari segala jenis pikiran dalam kehidupan ini. Lalu, bagaimana tubuh fisik ini harus bergerak? Apa aku harus mendiamkan dan membiarkan mulutku berbicara tentang ketinggian–ketinggian yang terselubung di dalam baik dan buruk? Ini adalah nasib besar bagi sang tubuh. Daya final harus memilih jalan untuknya agar Ia pun dapat bekerja dengan baik di dalamnya… di dalam satu unit kecil dari konstelasi alam yang disebut tubuh itu… Andai daya final selalu bebas dan utuh, maka bukankah tubuh bebas berada di mana saja?

Hal ini tentu membuat tubuh tidak dapat mengambil keputusan (gerak). Ia menjadi sangat pasrah dan tergantung pada segala sesuatu di luarnya… Jika memang demikian, bukankah kehidupan tidak pernah ada andai segala unit yang terjalin dalam konstelasi alam ini masing–masing saling mempengaruhi? Juga, tidak akan ada mobilitas apa pun pada segala benda konkret di dalam dunia ini, andai semuanya terlahir telah memahami daya final dan mungkin kelahiran (fisik) itu sendiri pun sebenarnya tidak akan ada…

Maka, sesungguhnya segala hal yang konkret juga sangat menentukan nasib besar dari jiwa bebas daya final… Pertanyaan utama: Kenapa segala benda (fisik konkret) itu ada bersama–sama dengan daya final dalam kehidupan ini?

Tunggu… kutunda dulu pencarian ini dalam pikiranku. Baru saja aku merasa seolah jiwaku turun kepada segala sesuatu di sekitarku: sapi, pohon, goyangan rumput dan sebagainya… Kulihat pohon yang memayungi sepedaku saling berbicara.

Mereka memang tidak memiliki alat indera yang berwujud fisik layaknya manusia, tapi daya final-ku telah turun dan membuat indera fisikku berfungsi layaknya tidak seperti manusia, tapi berfungsi pada tatanan yang lebih general.

“Kita semua sesungguhnya bagian dari kehidupan ini, termasuk campuran logam dan plastik yang membentuk sepeda melalui tangan manusia. Kita semua berada dalam konstelasi segitiga daya final, dan sepeda adalah mahkluk junior dari keluarga besar kita” bisik sang pohon kepadaku sambil dengan lembut menggoyangkan seluruh batang daunnya…

Ya, memang sering kulihat ia menyisir rambutnya itu dengan angin, tidak seperti manusia!… Terakhir, kita berdua saling menatap dan tersenyum, tapi dengan lengkung bibir yang berbeda…

katharsis-holydiary [08092005_(7) 09:30]

03 November 2009

Kerinduan

Hari ini, perjalanan kumulai lagi. Di bawah sebuah pohon aku beristirahat setelah menempuh perjalanan sekian panjang. Apa yang kucari di hamparan padang rumput ini, hanyalah ingin menemukan kembali pengalaman liarku dengan alam! Ke mana perginya pengalaman yang hening itu? Aku sungguh merindukannya. Biar kudiamkan diriku sejenak… Kenapa begitu sulit untuk menemukan kembali keinginanku? Ada kebimbangan-kah?

Sudah satu jam aku duduk di bawah pepohonan ini, tapi tidak sesuatu pun yang kutemukan? Masa-masa kesendirianku yang membahagiakan, di manakah semua itu terkubur? Memang hal ini kadang sulit aku munculkan sendiri, harus ada alam yang membantuku… Kuharap sore nanti, segala yang tersembunyi dalam diriku dapat tampil kembali. Di dalam layar pikiranku, sekaligus di atas kertas-kertas kosongku ini. Aku ingin bisikan dari bibir Ia yang lembut…


katharsis-holydiary [08092005_(7) 09:30]

31 Oktober 2009

Menuju Ke-Utuhan Diri

Memulai adalah sulit dan memerlukan perjalanan yang panjang…
Untuk memulai, engkau harus dapat menjawab seluruh pertanyaan di alam semesta ini…
Apakah engkau sanggup menangkap pertanyaan dan jawaban terhalus yang beterbangan dalam jiwamu?

Aaah… aku tidak dapat mengontrol segala pertanyaan yang mendobrak ke dalam pikiranku, demikian juga jawabannya… Berantai mereka bermunculan menentukan jalan hidupku… untuk menuju ke-Utuhan diriku.


katharsis-holydiary [08092005(7)-4:47]

30 Oktober 2009

Kritik Kepada Kaum Terdidik [25]

Sering kulihat sistem kelembagaan dari belajar menjadi cambuk bagi segala orang dunia untuk mengembangkan dirinya lebih lanjut… Tapi, tidakkah mereka hanya menumpang dan bergelantungan di pintu kereta pengetahuan untuk mencapai kehormatannya sendiri …Dan ketahuilah, kehormatan adalah anak dari roh kapitalis.

katharsis-holydiary [kumpulan epigram]

Kritik Kepada Kaum Terdidik [24]

Membaca untuk tahu dan mengerti tentang banyak hal adalah perjalanan panjang menuju induk dari segala pengetahuan …yang bahkan mengambil waktu 1000 tahun dari kehidupan manusia …Tapi sesungguhnya, melalui 1 hal saja kita sanggup mencapainya …yaitu melalui kesadaran akan makna utuh kehidupan…

katharsis-holydiary [kumpulan epigram]

Kritik Kepada Kaum Terdidik [23]

Tidakkah kedalaman dari sebuah pekerjaan belajar mulai terbuka, ketika pekerjaan tersebut berhubungan dengan segala sesuatu di luarnya? …Tapi, Kesadaran yang rendah atas Pikiran selalu memiliki daya yang rendah untuk melihatnya …Akhirnya, jalan yang ditempuh adalah dengan cara banyak membaca…?

katharsis-holydiary [kumpulan epigram]

29 Oktober 2009

Kritik Kepada Kaum Terdidik [22]

Sebuah rangkaian tulisan hanyalah media objektivitas. Dan tentu ia memiliki kekakuan sekaligus fleksibilitas untuk menunggu di sebuah titik ruang dan waktu, agar kemudian bertemu dengan seorang pembaca…

katharsis-holydiary [kumpulan epigram]

Kritik Kepada Kaum Terdidik [21]

Menulis adalah seperti berbicara pada diri sendiri, dimana kata–kata dan rangkaiannya dapat kita petakan ke dalam pikiran. Kita dapat berpikir pun karena ada bahasa…

katharsis-holydiary [kumpulan epigram]

Kritik Kepada Kaum Terdidik [20]

Sesungguhnya kebenaran pun tidak terletak pada pengakuan orang banyak. Tindakan publikasi memiliki kuasa kemapanan dari kehormatan…

katharsis-holydiary [kumpulan epigram]

Kritik Kepada Kaum Terdidik [19]

Pernah kulihat seorang pengajar yang terkurung dalam ketinggiannya sendiri, lalu dia lupa bagaimana cara untuk berbicara dengan anak–anak...

katharsis-holydiary [kumpulan epigram]

27 Oktober 2009

Kritik Kepada Kaum Terdidik [18]

Sistem kurikulum lembaga belajar yang dipaketkan mengandung roh kapitalis!

katharsis-holydiary [kumpulan epigram]

Kritik Kepada Kaum Terdidik [17]

Gila… bahkan tata aturan ilmiah pun sering merusak sebuah karya penulisan…

katharsis-holydiary [kumpulan epigram]

Kritik Kepada Kaum Terdidik [16]

Kebenaran ucapan seorang pengajar sering terletak pada nilai positif kehormatannya, tidak pada isi ucapannya… … … oleh: seorang murid!

katharsis-holydiary [kumpulan epigram]

Kritik Kepada Kaum Terdidik [15]

Ketika menjadi guru besar, sebuah kebodohan membeku, tapi sebuah kebodohan lebih besar mulai berlangsung…

katharsis-holydiary [kumpulan epigram]

24 Oktober 2009

Kritik Kepada Kaum Terdidik [14]

…Ketika seorang guru besar mengatakan “Janganlah mencari kesulitan sendiri, wahai muridku!” Lalu muridnya berkata dalam hati “Tidakkah sang guru sedang mencari aman di dalam rumah kebenarannya sendiri? Dia sepertinya masih belum merasakan betapa manisnya kesulitan itu? Ada madu di dalamnya… Tidakkah dunia telah dibuat sempit dan tenang oleh kehormatan-nya sendiri?”

katharsis-holydiary [kumpulan epigram]

Kritik Kepada Kaum Terdidik [13]

Satu lagi… ada yang terang–terangan memasuki sebuah tingkatan hirarki perkumpulan dengan identitas pangkat, kekayaan dan kebanggaan. Tapi bagaimana mungkin semua daya ilusi ini menggerakkan pekerjaannya itu… Diinspirasi oleh penanda dan menjalankan pekerjaan. Kapan ia akan melihat arti sesungguhnya dari sebuah pekerjaan?…

katharsis-holydiary [kumpulan epigram]

21 Oktober 2009

Kritik Kepada Kaum Terdidik [12]

Menempuh sekolah lebih tinggi … dan lebih tinggi lagi… Banyak pengajar yang belum siap untuk yang satu ini, makanya mereka dapat melewatinya dengan mudah. Mereka selalu salah terhadap dirinya sendiri dan selalu mengira segala yang keras itu adalah kebenaran. Keras menjadi seorang intelektual yang sukses… orang–orang dunia menyebutnya. Tapi bagiku, mereka semua sedang berada dalam bahaya kemerosotan mental…

katharsis-holydiary [kumpulan epigram]

Kritik Kepada Kaum Terdidik [11]

Bahkan lembaga belajar pun merupakan tembok paling keras yang menghalangi jalanku untuk memahami kehidupan…

katharsis-holydiary [kumpulan epigram]

19 Oktober 2009

Kritik Kepada Kaum Terdidik (10)

Di dalam lembaga belajar, ada begitu banyak orang yang mencari hal–hal yang tinggi. Untuk itu, mereka berlari kepada orang–orang yang telah ditandai dengan ketinggian pula. Apakah itu sebuah gelar yang tinggi, kerendahan hati, kharisma, ketegasan, kuantitas material yang berlimpah, pengetahuan yang luas, bahkan kesederhanaan… Semua itu adalah bungkusan, yang akan membelokkan semua hati memasuki sebuah dunia yang bulat. Kepasrahan yang terkekang dan kuasa yang merajarela. Bahkan, orang yang sedang menuju ke ketinggian itu pun memiliki ranjau kebodohan yang sangat besar…

katharsis-holydiary [kumpulan epigram]

17 Oktober 2009

Kritik Kepada Kaum Terdidik (9)

Menghargai ke”tua”an daripada kedalaman pikiran …mengherankan sekali!
Bahkan di kedalaman pikiran seperti itu pun masih banyak jalan–jalan sesat…
Bagaimana mungkin gumpalan daging yang menua itu menjadi sebuah roh yang dapat menutupi makna kehidupan?!
Ke”tua”an, selalu membelokkan segala sesuatu yang sudah berjalan apa adanya, dan terutama, Ia cemburu kepada Ke”muda”an.
Ke”tua”an, sebuah roh yang sudah berumur ribuan tahun. Dan sekarang, Ia telah menjelma menjadi sebuah penanda sekaligus penggerak kebijaksanaan bagi kaum terdidik…
Sebuah dekadensi (kemerosotan) yang dimuliakan; aku menyebutnya!

katharsis-holydiary [kumpulan-epigram]

15 Oktober 2009

Kritik Kepada Kaum Terdidik (8)

Kadang-kadang bunyi yang paling keras menjadi keputusan yang disetujui dan paling benar … … … oleh: Pengajar Dunia!

katharsis-holydiary [kumpulan epigram]

14 Oktober 2009

Kritik Kepada Kaum Terdidik (7)

Pengajar yang melampaui kesadaran pikiran adalah pengajar yang selalu melihat pertanyaan di balik jawaban dan diam…

katharsis-holydiary [kumpulan epigram]

12 Oktober 2009

Kritik Kepada Kaum Terdidik (6)

Dorongan belajar yang paling murni, berada di luar panggilan waktu akademik dan diri kita…

katharsis-holydiary (kumpulan epigram)

25 September 2009

Kritik Kepada Kaum Terdidik (5)

Administratif Kehormatan adalah sesuatu yang harus kita perjuangkan, agar kita ditinggikan. Lalu dari ketinggian, marilah kita turun untuk merendahkan diri… agar kemudian ketinggian kita memiliki tanduk untuk menyeruduk segala kebenaran …Sebuah bisikan roh bagi Pengajar Dunia …Sadarilah itu!

katharsis-holydiary [kumpulan epigram]

24 September 2009

Kritik Kepada Kaum Terdidik (4)

Semakin pikiran menuju ke kedalaman eksistensi, semakin pula kita tidak dapat memilih apa yang ingin kita tulis dan bicarakan… karena di dalam kedalaman itu segala sesuatunya menyatu…

katharsis-holydiary [kumpulan epigram]

23 September 2009

Kritik Kepada Kaum Terdidik (3)

Adalah pekerjaan yang tersulit: mengendalikan bendungan pengetahuan yang jebol dan mengalir ke mana–mana… tetapi tidak ada satu pun hidung yang mampu mengendusnya…

katharsis-holydiary [kumpulan epigram]

22 September 2009

Kritik Kepada Kaum Terdidik (2)

Pengajar yang tidak tahu apa–apa tentang lembaga belajar, adalah pengajar yang memahami apa sesungguhnya belajar

katharsis-holydiary [kumpulan epigram]

21 September 2009

Kritik Kepada Kaum Terdidik (1)

* Sistem Penilaian adalah sesuatu yang tidak mungkin dan mustahil… yang malah selalu membuat semua mata rabun terhadap makna kehidupan. Bagi seorang pengajar yang melampaui kehendak dunia, penilaian hanyalah sebuah jembatan untuk menceritakan tentang posisi kemungkinan segala nilai. Bahkan …kebodohan pun tidak lebih buruk daripada kecerdasan seseorang…

Katharsis-holydiary (Kumpulan Epigram)

20 September 2009

...

Pertama dan terakhir, sedemikian singkat, tapi keduanya adalah kebahagiaan terdalam sekaligus duka terdalam. Masa–masa seperti itu adalah masa–masa yang esensial... Kedalaman dari keduanya mampu membuat aku meloncat ke dalam jiwa terdalam manusia… Pencampuran dimensi waktu! Sungguh aneh, potongan–potongan waktu yang pernah kuloncati itu. Aku seperti pingsan dalam waktu yang lama. Segala hal yang pertama dan terakhir selalu merangsangku untuk merangkai perumpamaan–perumpamaan yang dalam. Oh, segala yang kutinggalkan di masa lalu dan perjalanan jauh itu… Aku merindukan semuanya, tapi semangatku untuk berpamitan dan melewatkan setiap selamat tinggal, ternyata lebih besar…

Pernah suatu kali terakhir, aku memagari diriku dalam berhubungan dengan orang lain. Tidak perlulah kita mencari–cari orang untuk berpamitan. Ada baiknya kita meninggalkan sebuah tempat seperti biasanya, agar momen yang akan kita jalani kemudian menjadi yang pertama dan berperumpamaan emas…

Masa laluku… aku merindukan semua hal, terutama tugasku untuk menyembuhkan kebutaan dalam kehidupan… seberang lautan... sedemikian jauhkah engkau?…


katharsis-holydiary

19 September 2009

Penderitaan Yang Dibiarkan Diam

Masa lalu yang dalam... mmh! Ada intan yang terkubur di dalam gunung sekaligus perangkap – perangkapnya. Kita harus berhati – hati! Atau kulihat semuanya terdorong ke dalam kondisi yang mengenaskan. Barang siapa yang dapat menikmati penderitaan yang berlarut–larut, ia akan menemukan kebahagiaan yang dalam pula. Penderitaan yang berlarut–larut, bukan karena sebuah dorongan untuk lebih ambisius dalam mengejar materi dan egoisme. Tapi, penderitaan yang berlarut–larut dan menerpa terus menerus yang dibiarkan diam… Tunggu hingga saatnya nanti, ada gelombang kebahagiaan lain datang menghampiri. Ia bukan kebahagiaan karena kita memperoleh sesuatu di dunia, melainkan memperoleh sesuatu di dalam tingkat–tingkat pikiran... tingkat–tingkat yang semakin dalam… dan menyatu

katharsis-holydiary[22012004_(4) 06:00]

18 September 2009

Menuju Esensialitas Dari Yang Banyak Dan Satu

Segala sesuatu yang berjumlah banyak dan sedemikian berharga untuk-ku sebenarnya karena aku memiliki keinginan besar yang melampaui tubuh dan pikiran. Kulihat yang berjumlah banyak itu tidak akan habis kuteguk dengan tubuhku yang memiliki umur terbatas, maka dari yang banyak harus kupilih satu dan kucari esensialitasnya… Karena banyak dan sedemikian aku menghargainya, maka hal demikian mendorong semangatku untuk mencari sebuah makna yang paling dalam. Sebenarnya sebuah kedalaman tidak terletak pada jumlah yang banyak atau sedikit atau satu... Lebih esensial makna yang membuat kita memenuhi kepuasan akan keinginan kita yang melampaui banyak. Ada baiknya satu, karena di kedalaman dari yang satu ini terdapat yang banyak dan melampauinya… Menuju esensialitas dari yang banyak dan satu… Sepertinya inilah makna kesetiaan terdalam dari sebuah perkawinan. Kesetiaan terdalam yang bukan karena sedemikian banyak kenangan yang menumpuk atau yang melampaui ketertarikan fisik pada akhirnya. Tetapi lebih kepada sebuah kehendak utama yang mencari – cari di mana letak pusat ikatan itu…
Roh Semesta dan pikiran, haruslah bekerja sama dalam diri manusia. Karena di dalamnya ada makna kesetiaan tertinggi. Tidak seperti binatang yang memiliki insting… Letak insting binatang ada di antara Roh Semesta dan pikiran. Apakah binatang memiliki jalan lebih singkat menuju Roh Semesta? Tidak juga. Kehidupan alam yang liar dan memiliki satu hukum peradaban tertentu membuat mereka berbeda dari manusia. Perbedaan ini semakin mencolok karena mereka tidak memiliki pikiran... atau sebagian kecil saja. Binatang memiliki insting untuk berkarya, artinya mereka punya sesuatu yang berbeda dari pikiran manusia yang juga mampu berkarya…
Binatang memiliki cara tersendiri untuk menuju Roh Semesta dengan menjalankan kehendak utama dan turunannya sendiri…


katharsis-holydiary[22012004(4)-06:00]

17 September 2009

Pekerjaan... Jalan Menuju Eksistensi Terdalam18

Sistem kapitalis… sudah sedemikian dalam menancap. Manusia sebenarnya tidak bekerja secara bebas dan universal, melainkan semata–mata terpaksa, sebagai syarat untuk hidup. Jika demikian, maka pada hakekatnya manusia akan terasing dari dirinya sendiri dan orang lain…
Kreativitas menjadi esensial, bahwa produksi massal mengarah kepada pelanggaran eksistensi, bukankah demikian?

Hal ini terjadi karena jumlah penduduk meledak, dan selanjutnya cara berhubungan seksual juga seperti mesin cetak, bukan sebuah kreasi eksistensi. Kenikmatan sistem kapitalis pada seorang pekerja sudah mendunia pada zaman sekarang, sehingga metafisika kuantitas-lah yang tercetak di dalam jiwa setiap orang. Seperti kata–kata: banyak, cepat, nikmat dan jelas adalah deretan kata–kata yang dibutuhkan untuk sebuah mesin cetak. Bagaimana mungkin hakekat jiwa terdalam menjadi seperti sebuah mesin. Ya, sudah sedemikian dalam hal ini menancap ke pada naluri umat manusia… Bahkan dalam naluri bereproduksi pun dilanggar oleh jiwa mesin cetak itu. Jangan–jangan mutasi pikiran dan tubuh dari setiap bayi yang lahir dicemari oleh roh semacam ini?!

Untuk Marx: struktur sosial bukanlah akar dari segala permasalahan. Ia memang menjadi akar dari segala permasalahan ketika kapitalisme mendaratkan cakarnya ke seluruh bumi. Andai kapitalisme tidak ada, maka otomatis metode ilmiah pun tidak ada… Adalah pertanyaan untuk akar dari segala permasalahan, apa sebenarnya?

Tentang kelas, bagaimana pun juga akan ada dan akan terjadi dengan sendirinya. Hanya saja, dalam jiwa terdalam, kita harus memperjuangkan tiap lembar jiwa kita agar tindakan–tindakan kita tidak menganggap itu sebagai sebuah perbedaan yang harus dibedakan. Melainkan perbedaan yang secara eksistensi terjadi dalam kehidupan nyata, yang harus disadari dengan jiwa terdalam. Maka, perjuangan hidup keseharian kita untuk menuju jiwa terdalam, ada pada pekerjaan kita sehari–hari… Pekerjaan di sini berarti segala tindakan kita. Misalnya: bernafas, tidur, melukis, memasak, mengangkat barang, melihat dan bahkan berpikir…

Jadi, pekerjaan di sini ada dua, yang pertama memenuhi kehendak utama: makan, tidur, menghasilkan keturunan, minum, bernafas, bergerak dan lain–lain. Sedang yang ke-dua adalah turunan dari kehendak utama: melukis, membaca, memahat, membangun rumah, memasak dan lain–lain, yang sebenarnya semuanya adalah bersifat eksistensi menuju ke dalam dan berantai.

Bayi yang lahir: pada hari I, sebelum bertindak, ia sudah memiliki kehendak utama. Tapi pada momen yang sangat kecil berikutnya dan seterusnya ia secara perlahan–lahan belajar dengan pikiran untuk menjalankan turunan kehendak utama-nya (kehendak turunan) sampai ia meninggal…


katharsis-holydiary[18012004(7)]

16 September 2009

Kemuliaan Yang Terbalik

Kemiskinan yang membengkak selalu mengundang cawan belas kasihan kepenuhan… Menumpahkan air belas kasihan ke dalam cawan kemiskinan bukanlah pekerjaan yang mudah bagi mereka yang berlebihan materi dan berjiwa dermawan. Selalu kulihat, rasa belas kasihan mereka mengundang petaka… petaka kelumpuhan bagi kedua bela pihak, yang memberi dan yang menerima.

Yang memberi merasa tinggi dan berniat mengajak sebuah kerendahan untuk menjadi tinggi… ketinggian yang berhati mulia, orang–orang menyebutnya! Tapi, bagiku itu semua adalah kemuliaan yang terkutuk… Kemuliaan yang terbalik… Sudah sedemikian tercemar kata “kemuliaan“ itu bagiku… Sedang yang menerima merasa rendah sehingga bercita–cita menjadi tinggi. Kawanan korban yang bernafsu… Apakah begitu menyedihkan engkau memandang kerendahan dari kemiskinan? Inilah pertanyaanku bagi mereka ini.

Tinggi dan rendah yang baru saja kubicarakan memiliki satu jenis ketentuan. Masih banyak jenis tinggi dan rendah lainnya di dunia ini. Dari semua jenis, bagiku hanyalah anak–anak tangga yang lapuk dan anak–anak tangga bayangan, yang kemudian menjadi pijakan sementara untuk-ku. Sesungguhnya sangatlah terpaksa aku menempelkan tapak kakiku di permukaan mereka. Terpaksa sekali aku belajar untuk menjadi pembohong besar… sebuah pangkat dari kemuliaan…


katharsis-holydiary[18012004(7)]

15 September 2009

Jawaban Dari Pencarian Yang Tanpa Jawaban

Bertanya terus–menerus dan mencari alasan pertama dari sebuah tindakan yang berakibat berantai, sebenarnya tidaklah ada jawabannya. Pencarian dan pergerakan terus–menerus itu sendiri adalah jawaban yang sebenarnya. Pada akhirnya, kita akan sangatlah terlatih dalam pencarian itu, bergerak serta berubah dengan sangat cepat. Sesungguhnya ini adalah sebuah pencarian akan refleksi dan sebuah proses menuju penyamaan diri dengan semua mahkluk di bumi. Pencarian itu terpaksa bergerak cepat dan singkat hanya karena dibatasi oleh tubuh… Tubuh sangat lamban… pikiran lebih cepat... tapi Roh Semesta lebih cepat lagi, yang dapat dikatakan sebagai kesetaraan atau kesamaan gerak dengan seluruh mahkluk hidup. Sebuah esensialitas keadilan ada di sana. Barang siapa ingin mencapainya, perjalanan panjang akan terjadi, dan beban–beban akan semakin berat di sepanjang perjalanan tersebut. Kita akan semakin peka dan mampu mendeteksi setiap tindakan dalam mental kita, terutama pada saat mengambil setiap keputusan dalam kehidupan sehari–hari. Baik dalam mengunjungi suatu tempat, bertemu seseorang, kapan berbicara, seberapa lama berbicara, mencari pasangan, diberi gelar penghormatan dan semuanya… Inilah yang kurasakan!

katharsis-holydiary[18012004(7)]

14 September 2009

Kesendirian Yang Meng-herankan

Kesulitan bergaul... semuanya membosankan. Itulah yang kurasakan saat ini. Adalah satu kesatuan; bahwa orang – orang yang memiliki pemahaman yang dalam, selalu menghindar dari keramaian pesta. Bukan karena tidak ada yang mengerti pembicaraannya, bukan juga karena mempertahankan cara berpikir, tidak tahu kenapa ia menjadi demikian… kesendirian yang mengherankan!

Hanya ingin duduk sendiri, tanpa berpikir dan menghindar dari orang banyak. Penampilan, pesta, jalan–jalan rekreasi bersama, semuanya jadi membosankan. Apa penyebabnya karena banyak keinginan dari masa kecil yang tidak terpenuhi? Sehingga beralih untuk berpikir tentang nasib buruk yang menimpa dan bertahan di sana, di dalam kekosongan. Sudah terlalu banyak nilai yang lepas dariku. Sehingga adalah sulit, untuk hidup dalam keramaian yang nilai–nilainya masih tumpang–tindih. Inilah yang terjadi pada filsuf – filsuf sejati. Mungkin ini sejenis penyakit syaraf… penyakit syaraf yang dicita–citakan banyak orang untuk menghadapi kehidupan yang fana ini!


katharsis-holydiary[18012004(7)]

13 September 2009

Musik di Dalam Waktu

Telah kulewati begitu banyak sore di dunia ini, melewatkan dan menikmati siksaan yang menghimpit. Banyak berlian menggelinding di sekitarku, tapi arusnya tidak sesuai dengan waktuku. Andai kuceburkan diri ke dalam, maka perlu waktu yang lama agar ia menjadi satu arus aliran... Tapi tunggu, kenapa ada dua kehendak yang selalu meributkan waktuku? Roh Semesta dan roh tubuh… Bukankah mereka berdua berasal dari satu aliran? Benar adanya, atau itu bukan roh tubuh, tapi nafsu liar yang melabrak ke segala arah… Benar juga adanya. Mari lakukan kehendak utama dan turunan, lalu biarkan roh tubuh yang menuntun. Sepertinya: melewatkan, menemui dan bersama, ada iramanya. Semua itu saling merangkai dengan sebuah irama dan tempo Roh Semesta… Ada lagu di dalam waktu. Lagu yang tidak berisi suara, yang hanya memiliki 2 not: gerak dan diam, yang saling berpilin menjadi satu. Rangkaian gerak dan diam yang seperti apa? Mengikuti kesadaran...

katharsis-holydiary[18012004(7)]

12 September 2009

...

Selepas hujan, wangi sari tetumbuhan hijau menumpuk, kurasakan itu! Damai sekali… Siapa yang berani menggangguku di sini. Ini adalah tamanku. Ada benarnya bahwa manusia berasal dari tanah.
Ketika kembali ke hutan, ia bahagia bertemu dengan segala pembentuk tubuhnya dan tetumbuhan... Pada saat demikian, ia siap kembali menjadi tanah pula!


katharsis-holydiary[18912994(7)]

11 September 2009

Hujan, Kehendak Dalam Seksual dan Akal Budi

Dalam hujan yang lebat dan menyegarkan, manusia kodok... sang betina, keluar, duduk serta menunggu di mulut sarangnya. Kulihat jelas, sel–sel telur di dalam perutnya mengeluarkan listrik perangsang bagi seluruh sel kulitnya. Dengan tangan yang menopang pipi dan sinar mata yang memancar ke segala arah, lalu ia memainkan jari–jari tangannya. Telunjuk di tangan kanan disentuhkan ke setiap celah dari jari tangan kiri. Oh hujan, Lihat! Engkau telah membuat sifat mendamba-nya menyeruak keluar. Dengan bibir berlipat, kedua tangannya perlahan dimajukan ke depan. Ia melenturkan otot–otot pinggulnya agar rangsangannya beralih tegangan. Sebuah puncak impian dari tubuh telah dilewati… Sesaat kemudian, ia ingin tubuhnya dipeluk oleh kehangatan yang lebih keras dan hawa–hawa padat. Telur–telurnya siap dibuahi oleh manusia–manusia kodok jantan… Ya, akselerasi seksual yang tanpa membeda–bedakan!

Ketika salah satu diantara kodok jantan menghampiri, mengoda dan menyentuhnya. Hatinya tiba–tiba terbangun dan memberontak serta membalas “Kurang ajar, kenapa engkau alirkan racun pada tubuh dan pikiranku!” Ini adalah sebuah gerak lempar dua kali dan berbalik… Sebuah kebencian besar pembungkus dari akal budi. Kukatakan: kodok betina ini sudah mandul... Kehendak tubuh yang dikendalikan akal budi pikiran ini sebenarnya sangatlah buruk… Lupa ia pada tugasnya. Ia harus menunggu hujan yang berikut, yang sesuai dengan kehendak listrik dari sel–sel telurnya. Andai seorang perempuan tidak dapat memutar-mutar leher dan matanya, ia akan mengorok–ngorok dan membesarkan otot–otot di lehernya seperti balon, lalu bertingkah laku seperti kodok–kodok betina lainnya di musim hujan…


katharsis-holydiary[18012004(7)]

10 September 2009

Kota... Hasil Kreativitas Akumulasi Dari Segala Sesuatu

Sesungguhnya, kemiskinan yang terjadi pada desa–desa di pinggiran kota, bukanlah sebuah kemiskinan yang negatif, melainkan sebuah keadaan. Sebuah keadaan yang pesimis dan memiliki nafsu global untuk merambah teknologi kota. Dapat terjadi bahwa kota–kota sesungguhnya membawa nilai kesenjangan. Sumber kesenjangan yang dapat mempengaruhi seluruh kehidupan. Di mana ada kota besar, di sanalah cenderung terjadi krisis eksistensi. Karena, formasi kota adalah seperti anak–anak yang lahir dari faham kapitalisme di bidang ekonomi-sosial.

Sebuah kota adalah seperti sang pengumpul… Adanya kota menunjukkan adanya kaum–kaum pengumpul dan usahawan–usahawan besar. Dan adalah benar, pesat perkembangannya, disebabkan karena pergerakan materi–materi yang berjumlah besar, yang berputar – putar di dalamnya, lalu dialirkan keluar untuk menjangkau daerah–daerah sekitarnya. Kota, adalah seperti pasar besar, yang menyebabkan lapangan pekerjaan dan sifat mem-perobjek sesuatu bertambah. Dalam kota, ada kesenjangan materi yang besar, yang sangat melanggar, yang tidak mampu melihat, bahwa pekerjaan sederhana sebagai sebuah keadaan normal bukan sebagai sebuah kehidupan yang sulit. Penanam–penanam sayur, pengumpul–pengumpul rumput dan ranting pohon, yang harus keluar bekerja di pasar–pasar pusat kota adalah pekerjaan yang normal… Yang menjadi masalah, ketika jumlah penduduk di desa dan kota sama banyaknya, orang–orang cenderung ke pusat–pusat kota dan ingin hidup menetap. Apakah ini pergerakan yang alami? Apa yang menyebabkan kecenderungan ini? Apakah kecenderungan ini merupakan asal usul terbentuknya sebuah akumulasi? Apa pun itu, segala sesuatu yang memiliki kecenderungan mengumpul adalah kurang baik. Pola–pola kota yang berbentuk grid merupakan ciri khas kepelitan seorang pengusaha mengefektifkan jalan kegiatan usahanya, bukan karena pertimbangan terhadap fungsionalitas kreativitas subjek. Yang ada pada mereka, hanyalah kreativitas mengumpulkan materi. Apakah ini merupakan sebuah seni, seni mengatur orang? Ini adalah sebuah perbudakan terselubung yang kemudian diatur dalam peraturan – peraturan. Lalu lahirlah undang – undang… dan negara!

Dengan demikian akarnya adalah: subjek telah lumpuh. Yang tidak dibiarkan berkembang dengan melakukan pekerjaannya sebagai cerminan dari dirinya sendiri. Bukan kerja seperti mesin (kuantitatif) untuk mengenyangkan perut seorang pengumpul (majikan). Inilah hambatan terhadap seseorang untuk menuju eksistensinya sendiri. Yang berarti pula melanggar kehendak Roh Semesta… Bukankah kota–kota besar merusak iklim, sehingga musim panen datang tidak tepat pada waktunya di pedalaman? Kota adalah seperti anak–anak negara, yang juga merusak kreativitas objektif. Demikian juga pada arsitektur fungsionalitas, yang dipengaruhi oleh pikiran sang pengumpul!


katharsis-holydiary [18012004(7)]

09 September 2009

...

Cakar anjing dan rupa menyerupai kera. Dengan kedua bola mata berwarna merah besar, seperti lampion pelabuhan. Itulah mahkluk yang muncul dari air yang tertampung di parit pada malam hari. Sebelum kemunculannya, seorang ibu menceritakan bahwa gejalanya bermula dari kejauhan parit, ada gelembung–gelembung air yang muncul di permukaan seperti pada saat orang sedang menyelam. Lalu gelembung–gelembung air itu semakin dekat. Sampai sekitar lima langkah dari sang ibu, mahkluk itu muncul dari air, mahkluk apa itu? Yang dekat kawasan pekuburan… Untuk menghilangkan hal demikian, dipasanglah semacam penangkal, yaitu gumpalan benang merah dengan panjang kurang lebih satu setengah meter dan beberapa panji kecil yang didapat dari kuil dekat rumahnya…??? Penangkal dari ketidak-sadaran pikiran terhadap kehidupan; aku menyebutnya!

katharsis-holydiary [18012004(7)]

08 September 2009

...

Kesendirianku... kelihatannya belum cukup sanggup membuat hatiku memandang adil pada semua tempat. Sekali lagi, bukan berasal dari hatiku, tapi jiwa orang lain yang terletak dalam hatiku… Itu yang membatasi kemampuanku! Aku masih memiliki racun belas kasihan yang tidak seimbang… kebanyakan memang!

katharsis-holydiary [18012004(7)]

07 September 2009

Peradaban Terkutuk

Mari kita sama–sama mencari jalur hidup yang murni, wahai semua sahabat manusia! Karena pekerjaan seperti itu dari hari ke hari semakin sulit… Kesulitan ini-lah yang ditumpuk dunia. Semua itu seperti sebuah endapan yang semakin keras dan meninggi dari hari ke hari. Bahkan, pikiran para pekerja pencari kebijaksanaan pun dapat dibungkamnya. Sesungguhnya, dapat kunamakan monster kesulitan ini sebagai sang pengumpul atau sang penunda, yang terwujud dalam satu roh... roh materi kapital. Dua jenis kawanan inilah yang selalu membuatku muak, yang selalu membuat lambungku mencerna dinding kulitnya sendiri. Lalu, kotoran–kotoran dalam tubuhku menjadi tertahan oleh mereka. Orang–orang ini adalah sang pengatur besar, yang belum selesai tamat belajar. Sesungguhnya, peradaban teknologi kita berjalan lebih lamban dibanding yang sedang berlangsung sekarang ini. Peradaban kita berjalan terlalu cepat, ingin cepat naik kelas kulihat mereka dan bahkan, mereka sering meloncat–loncat melewati beberapa kelas. Sungguh seorang pelajar yang curang... curang terhadap nasehat Roh Semesta.

Jika memang sudah sedemikian terkutuknya peradaban ini, satu–satunya jalan bukanlah memperlambat, memanggil ataupun mendidik satu per satu kawanan pengatur itu tentang kebijaksanaan. Karena tindakan ini, hanyalah menahan gunung endapan itu dan tidak mengalirkannya… Bagi sang pemikir besar, aliran air kebijaksanaanlah yang harus diperkuat arusnya, agar gunung endapan itu bergeser dan terurai lapis demi lapis dari bawah. Kalau perlu, diundang pula badai air terbesar untuk menghantamnya, agar meledak sekalian. Kita akan melihat kemudian, mahkluk–mahkluk aneh dan parasit terhempas keluar dari tumpukan itu, lalu hanyut terbawa air. Tetapi, mahkluk-mahkluk lugu yang baru ikut kelas baru kebijaksanaan akan banyak ikut tersapu, mahkluk–mahkluk yang tanpa dosa itu! Daripada mereka dididik untuk ikut mengendapkan diri dan pikirannya menjadi beracun, lebih baik bibit–bibit ini kita korbankan… Bukankah akan lebih banyak bibit baru yang terbunuh dan tertindih oleh gunung–gunung endapan yang bertahan di pinggir daratan, nantinya... Maka, demikianlah: bahwa haruslah kita mempercepat gerak peradaban terkutuk ini. Aku yang akan memimpin gerakan ini… dan akan kudidik bibit-bibit baru serta kuajari mereka cara hidup yang semuanya mengarah pada cinta eksistensi Roh Semesta… Ketahuilah: dalam kelahiran, pekerjaan, canda, perkawinan, sakit dan kematian, semuanya memiliki satu arus roh… Roh Semesta. Seorang pengajar yang tidak tahan terhadap racun pujian dan penghargaan. Karena, ketika dihargai, ia akan berubah menjadi iblis dan malaikat yang sulit dibedakan… Tapi, semua itu dapat tidak berarti apa – apa.


katharsis-holydiary [16012004(5)]

06 September 2009

...

Harus kita temukan seorang dara, wahai kaum adam! Kita harus telusuri bagaimana rupa terdalam dari eksistensi yang dikandungnya, mahkluk penggoda yang satu itu! Cukup satu, agar perjalanan kita tidak sia–sia. Dan pernah kurasakan, kesetiaan cinta eksistensi ada di ujung perjalanan… Kesetiaan seperti ini tidaklah pernah menuntut sebuah sikap untuk mempertahankan, karena ia merupakan sebuah pekerjaan dari kehendak utama. Seperti halnya kita melakukan pekerjaan demi pekerjaan itu sendiri. Bukankah di sana, dengan sendirinya akan lahir sebuah kesetiaan. Andai, di dalamnya tidak pernah kita tuntut sebuah kehormatan dunia, uang, kekuasaan dan sebagainya. Atau dapat kukatakan: cinta besar tidak mengandung ikatan...

katharsis-holydiary [16012004(5)]

05 September 2009

Tanpa Tujuan... Menemukan Pengetahuan Sejati

Memasuki sebuah wilayah baru dengan satu tujuan untuk observasi, adalah tindakan yang mengkhianati sebuah kedalaman pengetahuan. Tujuan itu akan menjadi pengaduk hukum–hukum tersembunyi yang ada di dalamnya. Mari kita memulai dari awal, dengan lembut, langkah demi langkah, kita tuntun untuk berkenalan dengan kulit luar sebuah kota… Pasar (sebuah komunitas), dan ke mana arus ini membawa kita, maka di sanalah letak daripada sumber pengetahuan yang harus kita cari. Sekarang, yang bermasalah adalah jiwa kita. Apakah ia mampu melihat keterhubungan dari segala hal yang sekaligus tidak memiliki sifat memilih–milih objek pengetahuan?!
Kita memasuki arus kehidupan dari sebuah lingkungan, bukan karena kita yang mengaturnya dengan pikiran. Tapi lihatlah, ada hukum–hukum tertentu yang terselubung di sebuah tempat, mereka akan menjulurkan tangannya untuk menyambut kita… Dengan demikian, seharusnya kita terima pula dengan jiwa terdalam. Maka, semuanya akan berlayar bersama untuk menemukan pengetahuan sejati… Itu adalah sebuah kompromi eksistensi antara kita dan lingkungan. Waktu yang dijadwalkan dan segala target hasil haruslah disingkirkan. Karena, itu hanya menimbulkan rasa curiga, salah faham dan terakhir, ia akan melanggar hukum terselubung dari lingkungan itu. Sesungguhnya, semua pekerjaan dapat disebut pekerjaan pengamat kehidupan dan menuliskannya…


katharsis-holydiary [16012004(5)]

04 September 2009

Langkah Terakhir

Ingin kuselesaikan sisa jembatan yang hanya tinggal sejengkal ini… Sejengkal yang sangat berguna, sejengkal agar tiap jengkal sebelumnya menyadari keberadaannya. Tapi, sejengkal ini begitu berat, seperti semua jenis jiwa berpelukan, bercampur dan duduk di atas papan yang terakhir ini. Inilah perumpamaanku untuk kesederhanaan dalam kemiskinan. Yang begitu mirip dengan Roh Semesta. Menjalani tanpa memahami, apakah itu disebut memahami?! Harus kubedakan roh yang satu ini dengan Roh Semesta-ku. Roh Semesta-ku adalah Roh Semesta yang menguasai segalanya, serta memiliki seribu mulut dan seribu telinga yang tumbuh di sekujur tubuhnya. Lalu ia siap untuk berbicara tentang hal–hal besar dan mendengar tentang hal–hal besar pula... Tanpa terikat oleh kesederhanaan dan kemewahan...

katharsis-holydiary [15012004(4)]

03 September 2009

...

Segala nilai telah banyak yang pergi dariku, lalu aku diantar untuk mengunjungi hutan–hutan terpencil dan kutemui orang–orang di sana. Sebenarnya, bukan kemiskinan materi yang sangat dekat dengan Roh Semesta, tapi kesederhanaan dalam kemiskinanlah yang merupakan sahabat dekat Roh Semesta… Demikian juga: sebenarnya bukan kekayaan materi yang sangat jauh dari Soh Semesta, tapi kemewahan dalam kekayaanlah yang merupakan sahabat jauh dari Roh Semesta… untuk manusia–manusia sekarang!
Antara kesederhanaan dan kemewahan di belakangnya berdiri diam Roh Semesta…


katharsis-holydiary [15012004(4)]

02 September 2009

Penghakiman Kebahagiaan Duniawi

Langkah terpenting adalah: harus kutinggalkan nilai-nilai keburukan pada diriku sendiri. Agar kebaikan orang lain tidak dapat menyusup ke dalam diriku sebagai sang penilai, terutama terhadap sang miskin materi. Tapi, manusia sekarang, hampir seluruhnya dirasuki oleh roh materi… sebuah kutub ekstrim penilaian. Sebuah kutub kanan yang digeser hingga dijadikan sebagai sebuah titik penyeimbang. Bagaimana mungkin? Maka, ini akan menjadi penghalangku. Harus kuseret keluar manusia–manusia yang seperti ini dari perut malaikat kebahagiaan materi… Harus kusebarkan surat–surat perjanjian kepada setan–setan sakit penyakit dan penderitaan, untuk kupinjam golok berkelok mereka. Kemudian, dengan golok itu, kubelah perut yang semakin membuncit itu hingga seluruh isinya berhamburan keluar. Kuperas usus yang berisi koin–koin emas hasil penghisapan dari orang–orang bawah. Kuhancurkan pula mesin dalam lambungnya, agar mereka tidak dapat mencerna benih–benih kebahagiaan duniawi dengan baik. Dan terakhir, kantong kotorannya yang berisi tumpukan kebahagiaan kulempar ke laut dalam agar kebahagiaan sejati yang menghakimi-nya…

Wahai manusia! Sakit penyakit dan penderitaan adalah peringatan dari Roh Semesta… Andai ini yang menimpa kita… bersyukurlah dan berdamailah! Agar ia menjadi tangga–tangga pijakan kita menuju kesadaran lebih tinggi.


katharsis-holydiary [15012004(4)]

01 September 2009

Belas Kasih Dunia dan Cinta Eksistensi

Malam ini, perjalanan hingga hari ini. Kenapa rasa keterikatanku begitu besar?! Keterikatan eksistensi… Apakah belum kering semua sari yang kusedot di setiap tempat? Atau ketika keterikatan membesar hingga titik tertinggi, itu pertanda aku harus meninggalkan suatu tempat? Oh... selama aku berada di kota ini; hanyalah kusentuh beberapa tempat, tapi sedemikian besar mereka menyeretku. Aku ingin kembali kepada semua masa–masaku bersama segalanya: sang kakek bermata segitiga, sang pengantin lintah, batu pegunungan, pondok–pondokku, sapi, beberapa gadis kecil yang kutemui secara kebetulan, mayat sang anjing air dan semuanya yang sulit kuingat satu per satu…
Kesederhanaan eksistensi-kah yang terus menahanku? Harus kurencanakan masa–masa sulit selanjutnya, agar segera kutemui sahabat sejati.

Kemiskinan hidup mempengaruhi perilaku seseorang, tapi selalu saja kita mengatakan bahwa keadaan itu sesuatu yang buruk. Bagiku, semua itu hanya sebuah keadaan, bukan perbedaan. Di antara sekian banyak keadaan, kebaikan sejati ada di belakang keterus-terangan. Untuk orang–orang yang berlebihan materi: hal ini justru akan sedikit sulit dicapai. Ada banyak lapisan–lapisan yang menyamar diri, periksalah ke dalam diri kita masing–masing! Akan kita dapati kemudian, beberapa kesalahan yang saling menuduh dan saling menolak, lalu lahirlah ilusi kebenaran.
Apakah ini sebuah belas kasihan atau cinta eksistensi, oh malam?!
Aku kesulitan memilah dua rupa ini yang begitu mirip. Kulihat mereka duduk berdua sambil bermain dengan jari–jemari tangannya sepanjang hari…
Begitu asyiknya permainan, mereka kadang lupa pada sebuah diri yang sedang kebingungan untuk membawa salah satunya pergi. Lama kuamati permainan mereka. Samar – samar, kulihat di belakang mereka, satu sosok lagi tersembunyi. Ia seperti sebuah kecemasan yang berkeinginan untuk mengabarkan sesuatu… mengabarkan tentang ketabahan hidup. Sebuah bungkusan yang sangat rapat. Dan terakhir, aku menemukan sosok ini hidup dalam tiap pikiran manusia. Agar dapat kuseret keluar sosok tersembunyi ini, harus kulepas satu per satu selubung–selubung yang ada. Lembaran–lembaran yang saling bertautan seperti pembungkus kado ulang tahun. Setiap jengkal tulisan yang terukir di atasnya harus kubaca dengan kaca pembesar Roh Semestaku. Agar kemudian, aku dapat tiba pada inti permainan mereka. Dan akan kulihat dari dekat siapa di antara mereka berdua ini yang paling buruk rupanya…


katharsis-holydiary [15012004(4)]

31 Agustus 2009

Tentang Sore Hari

Sore menjelang malam… di sebuah pondok aku berteduh. Aku ingin mendengar apa yang akan terjadi pada angin–angin ini… sang pembawa suasana ini. Harus kukatakan: bahwa sore yang paling dalam pada manusia adalah kembali ke kediaman-nya.

Setiap jenis mahkluk memiliki masa aktif dan pasif dalam satu hari, satu bulan ataupun satu tahun. Sore sangat mirip dengan subuh.

Tapi, sore adalah perjalanan menuju subuh. Sore sangat lembut dan bergerak lamban menuju kekuatan dasyat puncak spiritual. Sore, seperti perjalanan transisi memasuki bibir–bibir teluk dari Roh Semesta… Aku lebih senang duduk bersama dia, sang sore ini… Duduk untuk memasuki gerbang malam. Malam adalah waktu untuk beristirahat, pikiran–pikiran perlahan melambat, hingga sang tidur datang untuk bergabung dengannya. Tidur yang bijaksana, kita harus menerima kedatangannya kapanpun di malam hari. Karena ia adalah tamu sekaligus sahabat Roh Semesta dalam wadah puncak eksistensi…

katharsis-holydiary [14012004(3)]

30 Agustus 2009

Roh Semesta Adalah Sang Nihilis?!

Gelisah! Desakan apa ini? Apa keinginan dari semua tamu yang hadir? Mereka semua sedang mencabit –cabit jiwaku. Jika salah satu dari mereka yang aku penuhi keinginannya, maka kebahagiaanku akan tumbuh di sana…
Yang pertama… sang perindu masa lalu, lalu sang pendamba masa depan yang menginginkan kehormatan dan kekayaan duniawi, lalu sang pendamba tubuh, kegilaan serta master tragedi dan yang terakhir Roh Semestaku.
Sekali lagi, apa yang kalian inginkan dariku? Wadah rohku hanya satu. Bagaimana kupenuhi ke enam mulut kalian yang berlahap–lahap seperti ikan mas di kolam, yang tidak pernah kenyang dengan air kehidupan. Semua jalan yang kalian tawarkan, sepertinya meminta pengorbanan... rasa duka yang dapat tersebar ke mana pun.
Tapi, dari semuanya, Roh Semesta, master tragedi dan sang pendamba tubuh-lah yang memiliki daya tarik paling besar. Saat sekarang, ketiga roh inilah yang menggerakkan jari jemariku untuk merangkai tulisan ini. Jika ke tiga mulut ini bergerak, maka tanganku pun ikut bergerak…
Aku curiga, aku sering melihat ketiga roh ini bergandengan tangan sambil jalan–jalan di ketinggian awan, ketika kupandang dari bawah. Tapi, ketika aku mendaki sampai di atas kepala dari segala roh, mereka memisahkan diri dan berjalan sendiri–sendiri. Yang paling sering kulihat berebutan jalan, adalah sang pendamba tubuh dan master tragedi itu… Ketika berebutan jalan, kelakuan mereka menyiksa jiwaku yang paling dalam. Tapi sebagai pelerai, sang Roh Semesta-lah yang selalu mendamaikan semua keributan itu. Lantas, semua tamu jadi ikut berteriak, bahwa Roh Semesta tidak memiliki aturan hidup yang jelas, kenapa manusia, yang jelas–jelas memiliki tubuh masih selalu mencari–cari aturan itu?!

Benarkah demikian? Bahwa Roh Semesta adalah sang nihilis itu... para kebetulan–kebetulan yang menyambar–nyambar dalam kehidupan dengan daya-daya finalnya. Atau pernah kusebut ia sebagai puncak kebermaknaan Roh Semesta… yang harus kita terima dengan kepasrahan yang berumur tua dan egoisme… sang kehendak utama dan kehendak turunan. Inilah yang kudapati akhirnya. Tapi, satu lagi, sesungguhnya Roh Semesta tanpa isi dan tanpa arah. Ia hanya memiliki posisi duduk yang dapat melihat semua sisi kehidupan, terutama ketika berada dalam kekosongannya sendiri.

Roh Semesta bergerak di dalam setiap roh keinginan dan kepasrahan yang netral, serta merupakan puncak dari segala pengetahuan yang kekal dan kesadaran...


katharsis-holydiary [14012004(3)]

29 Agustus 2009

...

Jika manusia masih memiliki nilai positif dan negatif dalam menilai terang dan gelap, maka ia masih memiliki rasa kasih dan rasa benci ciptaannya sendiri, bukan kasih dan benci eksistensi…

katharsis-holydiary [13012004(2)]

28 Agustus 2009

Kegilaan Yang Agung

Merindukan semua yang ditinggalkan dan mendambakan semua yang baru adalah posisi yang paling rawan terperosok dalam kegilaan, tapi sekaligus juga jalan untuk menjadi master tragedi.

Saat ini, diriku berada di antara ke empat kutub itu… Dua yang pertama kadang masih menarik atau menolakku. Dulu, mereka ini pernah mengkhianatiku dan mendorongku ke dalam ruang–ruang hampa, ruang kegelapan hutan, kegelapan lautan dalam, lembah–lembah curam bahkan… jiwaku pernah dipanggang di dalam tungku panas seperti pembakaran periuk adanya. Di dalam sana, arus ke tiga itu, sang abu periuk kegilaan dalam tungku, datang dan menggodaku serta berkata “Engkau dibentuk oleh pengrajin tanah liat yang buruk, campuranmu adalah campuran terkutuk dan tertolak. Kutukan untuk menjadikanmu tumpukan abu. Ada baiknya lepaskan jiwamu, karena retak tubuh jiwamu sudah kelihatan. Kembalilah ke takdirmu... kegilaan terhadap segalanya”.

Aku memang menyerah… menyerah kepada kepasrahan yang melampaui kegilaan pecahan–pecahan periuk itu. Mungkin, dunia mereka ini adalah neraka, dalam hatiku berkata. Kepasrahan kepada tragedi yang berlarut–larut, kemudian mengantarku berkenalan dengan seonggok roh yang melampaui wujud. Ia tinggal di puncak–puncak api. Puncak–puncak dalam pada abu yang paling hitam. Bahkan, ia terselubung di dalam sang penghuni tungku dan sang pengrajin periuk itu sendiri… Siapa dia sesungguhnya? Sang master tragedi; kupanggil dia kemudian! Ia mengajariku agar tangan–tangan jiwaku menjadi lincah untuk membuka topeng–topeng para perindu masa lampau dan masa depan tadi, Ya… sang pendamba yang ditinggalkan dan yang akan datang itu. Lalu, untuk kegilaan, ia bukanlah sebuah arus yang perlu dibenci dan dihindari. Sebenarnya ia sejajar dengan dua tamu yang pertama tadi. Bagi master tragedi, mereka bertiga memiliki kegilaan yang berbeda–beda, yang perlu dikasihani… demikianlah!

Sampai sekarang, telah kumunculkan jiwa sang master tragedi di dalam jiwaku. Ia adalah pejalan lamban yang cara jalannya sangat berbeda dengan cara jalan sang pendamba masa lalu dan masa depan. Suatu saat yang paling hening, di kedalaman hutan yang paling rimbun, kudengar ia ingin menolak segalanya… Ia, sepertinya memiliki muslihat untuk menumpuk gunung tragedi dalam jiwaku sekarang. Ia menuntut sesuatu. Aku fahami benar, bahwa keahlian memanfaatkan tumpukan tragedi adalah jalan tercepat menuju semesta kebijaksanaan, yang kemudian menghasilkan karya–karya yang bernafaskan kearifan hidup.

Tapi, sang master tragedi ini perlu dijinakkan. Ia harus dipertemukan dengan satu tamu lagi yang dapat mengendalikan keliarannya dalam mencari kebijaksanaan. Karena, di ujung terdalam dari keahlian sang master tragedi ini memiliki kegilaan yang lain, yaitu kegilaan yang agung…
Tamu terakhir yang tiba tadi... kunamakan Roh Semesta! Sesungguh-nya roh terakhir ini, terdapat di dalam diri setiap manusia, bahkan segala sesuatunya.
Ada tragedi yang datang dengan sangat kebetulan dan menumpuk, ia yang kita cari kebijaksanaannya. Tapi, ketika mengetahui jalan rahasia ini, kita perlu kebijaksanaan lebih besar untuk mengendalikan nafsu ini. Karena ia akan berbalik, untuk merencanakan dan menumpuk tragedi demi mencapai kebijaksanaan lebih cepat. Maka, berhati – hatilah! Inilah roh terakhir yang perlu kita waspadai… Kegelisahan untuk mengabarkannya kepada seluruh dunia… Gunung kebijaksanaan yang menggila…” Demikianlah, sabda Roh Semestaku yang terakhir... dan terutama kepada orang – orang suci!


katharsis-holydiary [13012004(2)]

19 Maret 2009

Desakan Untuk Menemukan Jalan Baru

Kemalangan–kemalangan besar pernah menimpaku bertubi–tubi. Mereka mendesakku untuk menampung semuanya dengan hati terbuka. Terpaksa sekali, dengan pundak memikul gunung, kubuka jalan–jalan baru. Ilalang sedemikian tinggi harus kubersihkan dengan tangan kosong. Tangan–tanganku diharuskan berfungsi seperti cakar elang, kaki–kakiku dipaksa berjalan di hamparan pasir apung, yang keahliannya harus melampaui kaki kuda yang gesit. Dan kemudian, kepalaku didesak untuk melihat kaku ke depan, karena yang di belakang selalu menolakku.
Lama kelamaan, aku jadi lupa pulang, lupa bagaimana cara menempuh jalan–jalan lama. Jalan baru yang kutemukan ini adalah jalan–jalan kecil yang seolah tak berujung. Maka, sekarang akulah yang mengejar-ngejar kemalangan, yang hasilnya adalah kesenangan–kesenangan yang membuntutiku. Lalu, di atas ketinggian, kurasakan kesenangan ini sebagai kemalangan yang sebenarnya…Kadang, dengan mengendap–ngendap, kesenangan itu datang menghampiri, dan kulahap ia layaknya seorang manusia. Tapi kadang kubentak ia, ketika ia malu – malu untuk berkunjung. Bentakanku kususuli dengan hinaan–hinaan dan makian, agar ia segera memunculkan wujud malaikatnya… wajah yang penuh kemalangan!


katharsis-holydiary [12012004(1)]

...

Siput–siput laut… si mungil yang menempelkan diri pada karang.
Sore menjelang, ombak–ombak membesar. Tapi mereka tidak mampu mencapai pemukiman para karang… Akar–akar ombak tertahan karang, kaki–kakinya patah karena menabrakkan diri pada batu karang. Mereka tidak dapat sampai ke hadapanku ternyata. Akan kusaksikan dari jauh... bagaimana peranggai mereka selanjutnya?!

21 Februari 2009

Pembicaraan Dengan Batu Karang Tentang Roh Semesta

Di atas dudukan batu karang ini, ada suasana asing yang bertiup langsung ke arahku. Bukan karena kekuatannya, tapi ada perubahan besar yang memaksa, yang harus kusesuaikan dengan tubuhku, agar ia dapat bertahan.

Pohon–pohon yang hidup di antara karang, aku yakin diri mereka adalah jenis–jenis yang memiliki hati yang setegar karang. Hidup ratusan tahun… dan batu–batu karang ini, mereka hidup dan membesar dari air laut. Mereka adalah mahkluk hidup yang berumur panjang, tapi aku tidak pernah menginginkan umur panjang mereka. Aku harus menjalani takdirku sendiri menuju Roh Semesta. Letak takdir semua mahkluk adalah menuju Roh Semestanya masing–masing, tetapi cara dan jalurnya berbeda–beda. Kutantang pada batu–batu karang:
“Dengan masa hidup yang panjang, apa kalian sudah menemukan Roh Semesta-mu sendiri?”.

Semua yang hadir, kudengar pembicaraan dengan bahasanya masing–masing. Tapi masing–masing dari mereka, yang kutangkap adalah besar kecilnya suara. Tekanan suara universal yang berubah karena saling mempengaruhi. Tekanan suara, kuat tidaknya sebuah wewangian, panas tidaknya sesuatu dan tinggi rendahnya sebuah objek adalah lebih esensial dari pada bahasa penanda yang dimaknai sendiri…

Baru saja kusaksikan cara terbang seekor elang, mengagumkan! Di dalam bingkai cakrawala biru yang luas, ia melayang mengimbangi angin. Persis seperti Roh Semesta-ku yang sedang berenang dalam lautan hati yang jernih. Sangat stabil kuperhatikan ekor dan sayap–sayapnya. Ia bukanlah penerbang yang baru belajar. Sulit perumpamaanku kupasangi sayap–sayap yang menyerupai sayapnya, Sungguh!


Kebudayaan mengubur adalah ilusi tersendiri. Lihatlah semua yang hidup dan yang mati. Semua itu harus berjalan bersama. Batang–batang dan dedaunan pohon yang menua, jatuh di antara bebatuan yang sedang menikmati kebahagiaannya dalam membelah diri. Batu yang berkembang biak. Maksudku: mereka memiliki masa kehamilan yang paling lama di antara seluruh mahkluk bumi. Tidak adakah duka di antara mereka? Dedaunan membusuk menggemukkan badan dari batu. Sedangkan batu membentuk jalur-jalur air untuk tetumbuhan. Pemukiman dari bebatuan ini baru saja membisikkan kepadaku, bahwa mereka semua dalam masa–masa subur... masa–masa dimana sedang membentuk alur–alur pada tubuhnya.

Tapi kukatakan pada mereka, “Bukankah kehamilan kalian berlangsung sepanjang abad. Kapan kalian akan berhenti beranak?”

Lalu salah satu dari mereka menggelinding ke hadapanku dan berkata “Dunia ini ada, dengan kehendak utama berkembang biak. Engkau sendiri, apa yang engkau lakukan di kediaman kami. Bukankah engkau ingin belajar dari kami? Lalu ajaran itu beranak dalam pikiranmu dan engkau kembang-biakkan ke dalam pikiran mahkluk lain?”

Kalau memang demikian, berarti para karang–karang ini beranak di dua tempat dengan satu dorongan. Menghasilkan anak dalam pikiranku dan menghasilkan anak dari tubuh keras mereka. Anak–anak pikiran adalah anak–anak menuju Roh Semesta. Dari segala mahkluk anak pikiran ini, ketika mereka bersikap tanpa membedakan, maka terbukalah jalur menuju Roh Semesta. Yang kemudian mengendalikan anak dari tubuh yang masing–masing sesungguhnya adalah terpisah.


katharsis-holydiary[12012004(1)]

19 Februari 2009

Laut Dalam dan Puncak Gunung

Kemenjadian… dari ombak–ombak besar, dipecah oleh barisan–barisan karang di bawah air, lalu jadilah mereka anak–anak ombak yang memiliki kekuatan yang lemah. Sebaliknya, kerajaan batu karang semakin dekat dan menguat menuju gunung. Puncak gunung dan laut dalam adalah tempat–tempat para sesepuh mahkluk bermeditasi.
Di dua tempat inilah ada nasihat alam yang mengkristal. Ini dikarenakan kondisinya yang paling sedikit berubah... Kondisi di mana masing–masing dari mereka memiliki kekerasan dan endapan yang paling tua.

Dengan demikian, banyaklah roh pemikiran yang bersemayam di sana.

Kita mahkluk hidup, berjalan di antara keduanya. Maka, ujian keberadaan Roh Semesta kita yang terakhir adalah pergi kepada dua sesepuh ini, sang intan dan sang mutiara. Yang masing–masing paling akrab dengan pusat langit dan pusat bumi…




katharsis-holydiary[12012004(1)]

13 Februari 2009

Tentang Kemenjadian

Jauh ke selatan adalah pinggiran pantai… jalan setapak kutelusuri.
Batu karang yang begitu banyak. Pagi hari ombak sedikit ganas, tapi menjelang siang mereka lebih tenang. Karang, ya, aku sedang menunggu apa yang ingin mereka ajarkan hari ini. Siapa yang mampu memecahkan kalian? Sedemikian kerasnya. Aku akan membuat kalian bergetar saja dengan perumpamaan–perumpamaanku…

Kalian memang keras dan selalu berdiri tegar membentuk gunung. Lalu, beberapa dari kalian berubah menjadi sesepuh intan permata. Begitu lama waktu yang kalian perlukan. Demikian denganku sekarang. Aku masih seperti kalian… seperti anak–anak karang! Tapi kukatakan: sebenarnya pikiran–pikiran kalian sudah sangat tua, dibanding orang tua manapun. Aku seperti kalian, yang masih belajar untuk menjadi intan. Intan adalah puncak ajaran kalian. Bukan hanya karena pancarannya yang indah ketika terkena cahaya matahari, tapi karena keras-nya ajaranmu yang tertutup… tertutup di bawah anak–anak karang.

Suatu saat nanti, aku akan menjadi intan… Tulisan–tulisanku itu, ia sedang belajar memanjat sekarang.

Dunia ini adalah dunia kemenjadian. Segala tubuh adalah penanda waktu, tapi jiwa dapat melampaui waktu. Dua–duanya bukanlah patokan. Yang harus kita cari adalah bagaimana cara kita menunda dan melampauinya. Waktu dan ruang eksistensi-lah jawabannya. Cara gerak ayam adalah transisi hewan darat ke udara, manusia ke burung dan di antara ketiganya masih banyak mahkluk lain. Mahkluk – mahkluk lain… itulah kemenjadian!

katharsis-holydiary[12012004(1)]

11 Februari 2009

Bintang Raksasa

Gentar Roh Semesta… ketika santap malam, kulihat bintang raksasa di sisi barat. Sepertinya aku melihatnya bergerak. Sinar yang terang benderang, lalu meredup dan menghilang. Tidak lama ia muncul lagi dan menjadi terang, demikian seterusnya. Ada apa ini? Takdirku untuk menggapaimu? Kenapa hanya aku seorang yang ditunjuk untuk menyaksikanmu? Sungguh aku dipermainkan… terlalu kebetulan. Aku kesulitan bercerita tentang dirimu di dalam diriku sendiri, wahai tamu asing yang agung! Terlalu tinggi kucarikan perumpamaan untukmu. Maka, kubiarkan saja Roh Semestaku duduk dan menyaksikanmu dengan mulut ternganga dan mata melotot…

Pertemuan dengan sesuatu, menurut Roh Semesta tidak dapatlah dikatakan berkisar sebagai alat, sahabat, teman hidup, saudara atau pun lainnya. Tapi ia berkisar: di antara semua itu. Ada yang hanya sekedar menatap, ada yang hanya berbicara dua patah kata, ada pertemuan yang dikarenakan untuk memenuhi satu bagian dari tujuan, ada pula yang dipertemukan untuk bertengkar, bahkan yang paling sering adalah yang hanya lewat di hadapan kita…

katharsis-holydiary[11012004(7)]

08 Februari 2009

Tentang Kata-kata (I)

Menulis, merangkai kata–kata perumpamaan adalah anak–anak tanggaku untuk melihat sesekali ke dalam kediaman Roh Semesta. Kata–kata selalu melambungkan aku. Kedua kakiku seperti dipasangi pegas, lalu aku meloncat tinggi–tinggi. Di ketinggian sesaat itu, kucium langit–langit kebijaksanaan dan kuhirup dalam-dalam udaranya. Agar ketika turun nanti, sebelum menyentuh tanah, aku dapat meniupkan udara suci itu ke seluruh bumi. Terutama ke dalam setiap jiwa mahkluk yang bernafas dan membebaskan serta mengusir setiap roh yang mengikat.
Lingkar pegas dan panjangnya adalah makna dari kata-kataku yang harus kunyanyikan dan kuambil secara acak dari tempat–tempat yang jauh. Semakin jauh, maka loncatan ke udaraku akan semakin bebas. Begitulah… andai kata–kata yang terkubur paling dalam datang berkunjung dengan jalan gontai dan tertatih–tatih, lalu menjerit ingin menjadi tangga pijakanku... Itu juga menjadikan terbang naikku semakin lincah.

katharsis-holydiary[11012004(7)]

07 Februari 2009

Keburukan Yang Direncanakan

Kebetulan–kebetulan adalah bahasa kebijaksanaan. Pertemuan kita dengan segala sesuatu di luar kita tanpa perencanaan, sebenarnya lebih berguna dari pada apa yang kita rencanakan. Kekecewaan, kesedihan, frustasi dan putus asa serta setumpuk nilai–nilai negatif lainnya adalah musuh–musuh yang semakin menguatkan kita. Tapi, bagiku tidak hanya sekedar itu. Akan kubalikkan segalanya! Akulah yang akan merencanakan kapan datangnya musuh–musuhku dan hal–hal buruk tersebut. Lalu kebetulan–kebetulan dari semua itu adalah sahabat–sahabat yang datang… Namun, mereka–mereka yang datang ini, kubiarkan terlantar dan kelaparan dulu. Aku menunggu sampai sifat bengisnya muncul. Kebengisan yang berkehendak. Dan akhirnya, jadilah mereka musuh–musuh yang berkehendak, yang kemudian bergabung dengan musuh–musuh hasil rencanaku. Bukankah ini akan menjadi sebuah kekuatan yang sangat besar, yang dapat berlipat–lipat sampai akhirnya semua tidak dapat berlipat. Di sanalah letak bukit tempat duduk sahabat sejati kita… Kebahagiaan Roh Semesta, aku menamakannya!

katharsis-holydiary[11012004(7)]

06 Februari 2009

Dua Jenis Kebahagiaan Dalam Satu Kehidupan

Oh Roh Semesta… kenapa kemiskinan dan kesederhanaan begitu mirip denganmu? Sering kulihat, engkau bersembunyi di belakang semua itu! Dan pernah aku menangkap tingkah lakumu yang sangat pendiam. Apa diam begitu lama tidak membunuhmu suatu hari nanti? Ketidak pedulianmu itu membuatku bingung dalam menjalani hidup, tapi di dalamnya ada kedamaian yang melampaui segalanya. Aku sedang mencari momen–momen dalam keseharian, supaya nantinya dapat sejajar dengan ketidak pedulianmu. Sungguh sulit! Kesulitan ini bukan terletak pada diriku, sudah pernah kulalui. Kesulitanku terletak pada kebahagiaan orang lain. Aku dapat membaca puncak-puncak kebahagiaan orang lain dibanding mereka sendiri. Jika aku memang memiliki timbangan alam yang paling adil, kebahagiaan orang lain memiliki makna sepenuh maknaku mengenal Roh Semesta. Dan aku, orang–orang itu meletakkan kebahagiaannya di dalamku, lalu bagaimana sebaiknya aku harus bersikap? Sedangkan aku memiliki kebahagiaan yang tidak dapat ditampung oleh hati umat manusia manapun. Kebahagiaanku dapat membunuh kebahagiaan kecilmu, wahai manusia?! Haruskah kebahagiaanku kukecilkan juga, agar dapat bergabung dengan kebahagiaan para manusia? Duduk bersama dengan mereka, mabuk bersama serta berteriak histeris ketika melihat mahkluk setan datang membawa golok maut untuk mengadili…

Tapi, sesungguhnya di dalam kebahagiaan para manusia terkubur kebahagian Roh Semesta. Apakah engkau merasakannya, wahai para manusia?!

Roh Semesta telah memilih diriku... Itulah jalan hidupku!

katharsis-holydiary[11012004(7)]

05 Februari 2009

Beban Kebahagiaan

Kebahagiaanku seperti berada di atas seutas tali. Ia harus pandai memainkan keseimbangan tubuhnya, karena kebahagiaan–kebahagiaan lain juga berebutan naik ke atas bentangan tali ini. Inilah keadaan jiwaku saat ini. Semua jenis kebahagiaan berada pada satu jalan, yang secara bersamaan menghasilkan beban yang demikian berat… Bebanku bukan karena kerumitannya yang tidak terlihat, bebanku juga bukan karena kepenuhan. Tapi, bebanku dikarenakan semua kebahagiaan itu ingin meniupkan puncak – puncak maknanya yang terdalam… Oh hujan, engkau juga menjadi salah satu dari mereka!

katharsis-holydiary[11012004(7)]

03 Februari 2009

Kebermaknaan Duniawi... Kebermaknaan Roh Semesta

Hujan! Membawa kita ke atas, agar dapat melihat dengan jelas. Tapi janganlah engkau menajamkan kuku dan menancapkan cakar di ketinggian itu, karena akan tumbuh cita–cita buruk.
Kesementaraan di atas, untuk melihat keindahan di bawah. Lalu turunlah ke bawah untuk mengalir bersama keindahan itu sendiri. Inilah yang ingin kunyanyikan kepada semua manusia yang merasa miskin materi. Pelapis kaki yang lusuh dan tubuh yang berbau keringat bercampur sinar matahari.
Kebermaknaan yang tidak bermakna… Sungguh! Bagaimana aku harus memperlakukan dua hal ini? Semuanya seperti satu, fana memang! Kebermaknaan seperti kesetiaan yang ada di dunia manusia, tetapi ketidakbermaknaan di dunia Roh Semesta. Apa yang mereka ributkan? Ketika mereka berebutan tempat dalam layar pikiran ini, di sanalah beban terberatku. Aku melihat sebuah bayang – bayang kebahagiaan yang aneh di balik perkawinan dua anak manusia. Ia jadi aneh dan salah tingkah karena tubuhku terpaut keinginan. Andai keinginan ini dipenuhi, aku merasa hal ini akan menjadi semakin aneh…


katharsis-holydiary[11012004(7)]

02 Februari 2009

Pertanyaan Tentang Eksistensi

Takdirku di pertemukan dengan seseorang secara kebetulan… Kebetulan adalah bahasa kebijaksanaan. Kembali, hujan kembali berkunjung di pagi ini, kasih eksistensiku sangat besar, dan aku mendengar ia berteriak baru saja. Sebuah pertokoan kecil dengan beberapa helai baju yang digantungkan di empat sisi tembok, kubayangkan. Apakah para penjaga toko sedang memandangi air hujan yang lewat di hadapan mereka. Air yang keruh bercampur dengan tanah berpasir yang lembab, mengalir dan menyentuh beberapa papan kayu hitam yang lapuk di bagian bawahnya. Sungguh fana hidup ini? Kutangkap itu! Sebuah lapak kecil dengan beberapa penutup seadanya, angin bertiup dari arah sungai yang berjembatan kayu. Hujan selalu... selalu saja membuat orang–orang tercengang. Tercengang dan mempertanyakan tentang eksistensinya di dunia ini.

Tapi aku fahami itu. Biarlah kubebaskan semua jalan buntu intuitif ini, anak manusia! Aku ingin mengalunkan dengan suara lembut di gerbang hati kalian, bahwa ada keindahan eksistensi di belakang kebuntuan itu. Bukanlah sebuah ambisi yang akan dilahirkan di sana, karena lompatan semu seperti itu adalah pelarian yang berlipat dua kali. Dua kali lebih licik dari pada iblis manapun. Jarak manusia terhadap cermin ingin meloncat ke dalam jarak yang terbentang pada bayangan di dalam cermin. Dan cermin sendiri sebagai jalan tengahnya.

katharsis-holydiayr[11012004(7)]

29 Januari 2009

Tentang Pelangi

Ada jembatan para dewa yang terbentang di atas kaki langit... Pelangi, orang–orang menyebutnya! Tapi bagiku, ia hanyalah hiasan eksistensi dari ibu bumi… Ia begitu lama tertopang di langit yang keabuan. Ada apa ini? Apa ia ingin kuceritakan tentang jatidirinya yang paling hakiki? Baru ia akan beranjak dari hadapanku... Baiklah!

Seperti makna laut tanpa batas, demikian juga dengan dirimu. Selalu saja dirimu diperlakukan sebagai benda yang disembah, layaknya bulan purnama. Namun, dirimu jarang hadir, juga tidak di setiap hujan. Aku katakan: hadirnya dirimu sebenarnya pertanda ketidak penuhan. Perkawinan yang meminta matahari sebagai saksi dan hadiahnya adalah dirimu. Sang perempuan langit mamakai mahkota bianglala... cairan hujan. Ya, kufahami sekarang, semua tamu dari langit dan bumi hadir dalam acara sore ini. Dan semuanya sibuk membentuk hiasan sepertimu…

Jika memang demikian, engkau hanyalah seperti hiasan baju pengantin atau baju itu sendiri. Ternyata ibu bumi juga suka merias diri dan kehendaknya juga diturunkan pada semua mahkluk... esensialitas estetika? Harus kucari itu nanti, di antara baju–baju dan rumah-rumah para pendosa. Esensialitas estetika, ada di dalam setiap pekerjaan yang merupakan kehendak turunan dari setiap mahkluk. Kutangkap pelajaran dari hujan kali ini. Di dalam perkawinan ada canda. Tidak semuanya mengarah ke satu titik. Perkawinan adalah kehendak utama dan turunan. Apakah terkaanku benar wahai bianglala?

Engkau sudah mulai menjauh dengan mulut membisu… Bentangan di arah timur, matahari di arah barat, engkau datang menghampiri dari langit selatan ke utara dan beranjak dari langit utara ke selatan, sementara memang…

katharsis-holydiary[10012004(6)]

28 Januari 2009

...

Roh–roh selalu muncul di dalam jiwa, dimana menyerupai mahkluk yang muncul perlahan dari dalam rawa… ataupun dari dalam genangan lumpur... Atau dari genangan air yang dipenuhi bibit–bibit rumput. Hijau memang, dan ia dapat menipu kedalaman kolamnya pada kita…

katharsis-holydiary[09012004(5)]

24 Januari 2009

Sore Menjelang Malam...

Sore hari… kenapa begitu tenang dirimu? Matahari baru bersinar ketika usiamu sudah mencapai senja. Tapi tidak apa–apa, sepanjang hari ini, hawa yang engkau sebarkan di sekitarku telah membuatku beberapa kali akrab dengan Roh Semesta dan bermain ke dalam lorong–lorong rumahnya yang paling gelap dan misterius…

Kurasakan pula malam segera menjelang dan pertarunganku dengan tradisi buruk manusia mulai berlangsung. Bahwa malam hari penuh dengan misteri, roh–roh jahat dan pantas untuk ditakuti… Demikian, hal ini juga didukung oleh tubuh yang perlu istirahat. Seperti hari–hari sebelumnya, aku hanya dapat duduk diam dan menikmati kebermaknaan melewatiku begitu saja. Karena ragaku sudah lelah untuk merekamnya ke dalam perumpamaan–perumpamaan emas.

Tadi kudengar kodok mengorok–ngorok dengan kerasnya di dekatku, kupastikan gelembung di tenggorokannya sebesar buah rambutan.

Aku bukanlah takut pada sang malam di tempat ini. Hanya perlu kukatakan bahwa pada setiap malam di semua tempat bahkan pada tempat yang sama pun, memiliki lagu dan puji–pujian yang berbeda–beda. Baju, tingkah laku dan gaya rambut dari setiap malam juga berbeda–beda. Tapi dalam bungkusan yang berwarna–warni itu, selalu kutangkap gaya–gayanya yang sama dan paling dalam…

Akan kunikmati dan kubelai cadar–cadar penutup malam di tempat lain dan di mana pun, karena pada hakikatnya semua malam adalah sama. Hanya saja, hiasan dari dunia manusia yang membuat ia sedikit nakal dan tidak mau dirayu. Demikian, wahai tempat yang kupanasi ini, pondok ini dan seluruh tamu yang berwujud batu tua dan arwah…

katharsis-holydiary[09012004(5)]

22 Januari 2009

Bisikan Untuk Sebuah Tugas

Sore hari! Apa yang akan engkau semburkan kepada mayat–mayat dalam kubur itu? Apakah engkau akan membangunkannya! Aku tunggu itu, karena semua mahkluk adalah sahabatku. Aku tahu persis, bagaimana harus berbicara dengan mayat–mayat hidup. Akan kuajar dan kulepaskan arus hidup mereka yang rumit pada saat ia masih bernafas di dunia. Yang telah terkubur 100 tahun dalam tanah pun aku layani. Aku tidak akan mendobrak pintu peti mati untuk meniupkan nasehatku, tidak seperti sang trenggiling, yang selalu menghisap habis sari pati dari pada mayat yang telah lama terkubur.

Aku hanya akan duduk di pondok ini dan menunggu! Barang siapa yang masih gentayangan, silahkan menghadap aku! Lama memang aku memejamkan mata sambil merasakan… Sepertinya mereka telah dinetralkan oleh sang ibu bumi, aku harus mengucapkan rasa terima kasihku kepada-Nya…
Samar–samar kudengar pula Ia membisikkan ke relung telingaku yang terdalam, bahwa ini bukanlah tugasku. Tugasku adalah mengurusi dan membebaskan mahkluk–mahkluk yang masih bernafas... mahkluk–mahkluk yang masih salah mengenal induk dan yang salah menafsirkan nasehat.
Untuk membebaskan para mahkluk hidup, aku menggunakan banyak senjata dan mantera. Kadang, aku menggunakan air terdingin untuk disemburkan ke dalam buah pikiran seseorang. Atau, untuk orang–orang tertentu kugunakan cambuk api, tongkat berduri, dan kalau perlu kulemparkan mereka ke dalam lautan dan kukubur ke dalam tanah. Karena inilah ujian terberat yang pernah aku jalani, yang hasilnya, jadilah aku sang pemikir bebas…

Mengenai mantera–manteraku, tinggal kupilih dan kubacakan saja menurut setan–setan yang merasuki jiwa seseorang. Dan tentu, tidak lupa tariannya… tarian yang membuat semua setan itu terlena dan mabuk mengikuti arah gerakan cemetiku. Kemudian dapat kuusir para setan itu dengan sebuah guncangan kecil... dan selesai sudah! Andai sang ibu bumi memberikan nada–nada yang seirama dengan iramaku, maka hal ini akan lebih mudah lagi. Aku hanya perlu lewat di hadapan setan–setan itu, lalu dengan sendirinya mereka menguap menjadi asap, serta meledak–ledak di udara lepas… lalu sirna…


katharsis-holydiary[09012004(5)]

19 Januari 2009

Hujan Di Pekuburan

Apa itu? Kulihat pucuk–pucuk awan memakan tentakel bumi, sedang berlangsung perkawinan di sana…

Kali ini, kusaksikan hujan lebat di pekuburan, benar–benar memukau. Untuk melukis keindahan yang ditangkapnya, tanah dan tetumbuhan mengeluarkan aroma yang fana, agar sang perempuan semakin terpikat... Langit adalah perempuan.

Tidak hanya itu, rahim itu ada di permukaan bumi dan makanan akan disalurkan dari langit untuk diolah dan dicerna oleh bumi yang mengandung sang anak...
Sesungguhnya anak yang banyak dan tak terhitung. Inilah perkawinan itu. Dari masing–masing anak, haruslah terus tumbuh dan bertambah dewasa, sambil mencari siapa ibu yang mengandungnya dan menuruti nasehatnya. Serangkaian nasehat yang harus dibuka tabirnya dengan membungkam nafsu dan egoisme jiwa, bukan egoisme sang Roh Semesta. Dan terakhir, semua makhluk yang dilahirkan harus mencari nasehat ini. Nasehat dimana kemudian untuk memahami penuh akan peranannya dalam menjalani hidup di antara bentangan bumi dan langit.
Menelantarkan diri secara sadar adalah sulit. Siapa sanggup, berlari–lari sendirian di dataran luas yang penuh kubur dalam cuaca hujan. Dan akhirnya tiba di sebuah pondok reot serta tinggal sendirian di sana selama satu hari satu malam. Roh apa yang mengecut, hingga ia bersemangat lari seperti kuda? Sedang ngidam ia! Janin Roh Semesta yang sedang ngidam dalam jiwaku… Tak lama lagi, lahirlah bayi roh tersebut, dengan seribu satu sudut untuk berpikir…
Akan ada banjir pikiran emas di sana kemudian...

Kembali ke dalam masa dimana sedang mengandung Roh Semesta. Aku, yang dititiskan ke dalam kancah kehidupan akan bertingkah laku seperti orang tidak waras. Duduk sendiri meratapi sesuatu dari anak pagi sampai anak pagi berikutnya. Baju yang tertempel di tubuhku tidak pernah terurus. Makan pun hanya kadang–kadang, karena aku telah mendapat santapan yang dilemparkan oleh jiwa. Di balik masa – masa seperti ini, ada resiko besar diriku tidak pernah kembali... kembali dengan jiwa berbeda…

Dengan adanya hujan lebat, siang tertutup, sore pun menjelang. Aku akan mendudukkan ketenanganku untuk menunggu... Menunggu pesan dari ia yang berumur senja kali ini...

Kenapa setelah masturbasi, angin berhenti. Jangan–jangan angin yang bertiup ini menyerupai rayuan–rayuan seorang suami yang ditujukan ke istri. Aku tahu itu! Sekarang masing–masing dari mereka sedang beristirahat, sambil bercumbu kecil. Kurasakan dari angin lembut yang menerpaku sesekali. Semua rumput tinggi pun diam, menunggu proses pembentukan janin dari anak–anak kehidupan baru. Kurasakan juga sang perempuan langit ini... ia sedang mengusap–ngusap rahimnya. Apa ini? Apakah dari hubungan yang berakhir dengan hujan ini, hanya bertujuan untuk memperoleh anak… anak–anak yang sehat terutama! Aku rasakan juga demikian pada semua makhluk; bahwa dalam perkawinan, anaklah yang menjadi pusatnya. Di dalam anak, seluruh desah nafas dan jiwa dari jantan dan betina menyatu. Dengan adanya anak, sang jantan dan betina akan selalu saling merasuki, seiring terkuaknya pelan–pelan keinginan roh semesta alam. Tapi, hampir seluruh makhluk hanya melihat sekilas Roh Semesta di balik cadar, ketika hujan mencapai puncaknya yang paling lebat. Hanya segelintir orang atau hanya aku sendiri yang sanggup menangkap serta berkunjung dan berbincang–bincang dengan Roh Semesta di pulau kediamannya. Ketahuilah, kadang – kadang kami memancing bersama, mandi bersama, tidur bersama bahkan sampai mengusir setan pun kami bersama…

Tadi siang matahari sangat membakar. Untuk menggerakkan tubuh ini, kutunggu sampai lempeng awan terbesar melewatinya. Kuatur pula waktunya, agar aku tepat sampai ke tempat santap siangku…


katharsis-holydiary[09012004(5)]

17 Januari 2009

Sebatang Pohon di Padang Gurun

Mata yang berbentuk segitiga terbalik adalah mata yang terlalu sering menantang sinar matahari. Atau segala matahari dari pemikiran–pemikiran dalam…

Perasaan apa yang kita temukan pada sebatang pohon yang berdiri tegak di antara padang gurun sendirian? Bukankah kita tidak akan menebangnya? Apalagi ketika ia menyatu dengan langit di sore hari. Ia memancar seperti oasis, ia adalah sebuah sumber dan ia adalah terang. Tanpa ia, kemuliaan langit dan padang gurun yang luas akan sulit dibelai oleh kita. Ia-lah sang penyalur. Tangan – tangannya begitu jelas bagiku.


Inilah perumpamaan untuk roh pemikiran-ku yang unik, yang berdiri sendiri di antara keramaian hutan pemikiran yang ada. Telah tiba aku pada tempat dimana aku harus bertumbuh… Dan sekarang, roh pemikiranku telah bertunas dan mulai meninggi. Suatu saat nanti, keramaian dalam hutan pemikiran dari segala penjuru dan dari segala dimensi akan menoleh ke arahku. Akan kutiup dan kulemparkan mantera–mantera pikiranku yang lepas. Begitu lembutnya. Ia akan menjangkau ke setiap urat dan ke setiap jiwa terdalam yang terbelenggu…

katharsis-holydiary[09012004(5)]

15 Januari 2009

Roh Terselubung

Tadi, di depanku terlintas sebanyak dua kali, orang gila yang sedang bergumam. Perkawinan alam pun tidak mampu mendinginkan lidah api kegilaan dalam dirinya. Sungguh parah, kesakitan pada dunia kecilnya itu. Lebih tepatnya: kebutaan yang menyeluruh dengan semangat membakar seperti roh–roh pada umumnya. Apa yang mampu membalikkan penguasa roh selubung itu? Harus kutunggu waktu yang tepat dari kesepakatan hukum Roh Semesta, agar ucapan–ucapan dari mulutku kepadanya sealiran dan menyatu dengan gelombang emosional alam… demikian!

Ubi rebus kucium itu, ketika tanganku yang gosong terkena sinar matahari kusirami dengan air.
Baru saja kulihat mahkluk pasir lewat di hadapanku. Dengan tinggi sekitar dua meter, ia berjalan menyentuh tanah seolah mau terbang. Ia memang ditakdirkan hidup di kulit bumi, maka seandainya ia bercita–cita ingin melayang di udara, itu tidak akan lama. Sama seperti manusia, yang menyelam dalam air tanpa menggunakan alat.
Sebuah kesenangan yang sama, pada mahkluk yang berbeda, dalam mengisi kehidupan sehari–hari…


katharsis-holydiary[09012004(5)]

14 Januari 2009

Perkawinan Bumi dan Langit

Lihat! Ada pilar cahaya besar tepat terjulur di puncak gunung, sang pembentuknya ada lubang awan. Kulihat pula ia sedang membaptis gunung… Ya, gunung adalah tentakel bumi yang bersalaman dengan langit melalui pucuk–pucuk awannya.

Tiba – tiba kurasakan perkawinan langit dan bumi sudah dekat, yang mencapai masturbasi dengan menghasilkan hujan. Dengan demikian, alam menghasilkan banyak mahkluk baru. Bukankah langit dan bumi juga menghasilkan anak?! Kukatakan rahasia alam ini pada semua mahkluk, termasuk manusia. Dalam gejolak jiwa yang terdalam dan terselubung, sebenarnya waktu perkawinan dua anak manusia yang sangat mendekati tiupan angin Roh Semesta adalah pada saat mendung dan hujan…
Ikutilah irama perkawinan langit dan bumi itu, agar Roh Semesta dan tubuh dapat menari-nari di atas rerumputan lebat yang disirami hujan... Dan, tetesan–tetesan air sendiri, pada saat seperti itu memiliki kepenuhan roh semesta yang paling telanjang.

Inilah puncak kebahagiaan semesta raya, waktu eksistensial yang tepat; kusebut itu!
Bukankah… mendung dan tetesan gerimis di sore menjelang malam membuat semua mahkluk hawa terlihat begitu indah? Keindahan yang melampaui hal–hal dunia. Inilah bisikan terdalammu wahai semua kaum adam!


katharsis-holydiary[09012004(5)]