Selamat Datang di Blog Diary Saya...

Anda dapat menelusuri Tulisan Lengkap saya tentang Proses Utuh Perjalanan Spiritual di:
http://katharsis-completejourney.blogspot.com/
Tulisan saya yang lain :
http://taskm.blogspot.com

17 November 2009

Kegilaan Seorang Seniman

Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang semalam, tibalah aku di sebuah kota kecil dimana orang menyebutnya sebagai kota seniman. Dan pagi tadi, setelah kutelusuri sebagian dari kota ini… Sengaja aku menunggu apa yang ingin dikatakan daya final-ku terhadapnya… terhadap segala roh yang beterbangan di kota ini…?

Seperti halnya orang–orang dunia yang berbuat dan mencipta, demikian pula yang terjadi pada kota ini. Segala hal yang dilakukan selalu mengarah pada kegunaannya untuk diperdagangkan, bukan kegunaan untuk mengekspresikan diri… Ada juga yang berkarya untuk mengekspresikan diri lalu kemudian untuk diperdagangkan. Tapi bagiku, kedua jalan tersebut tetap memiliki hubungan yang cacat antara sang manusia dan karya–karyanya. Yang pertama tadi memiliki kecenderungan untuk terjadi pada orang–orang yang memiliki perekonomian rendah, dimana berusaha untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Sedang yang kedua, memang lebih mungkin terjadi pada orang–orang yang memiliki perekonomian yang lebih mapan, karena ia memiliki kemungkinan waktu lebih untuk memikirkan karyanya dan tidak memiliki kecemasan terhadap kebutuhan pokok!

Kembali, bagiku ke dua jenis manusia tadi tidak mengerti ekspresi dari segala benda yang digunakannya dalam berkarya. Jenis pertama, benda–benda “disakiti” dan dipaksa untuk memenuhi kebutuhan kuantitas manusia. Dan yang ke-dua, benda–benda “dipaksa” untuk melayani kualitas dari cita–cita dan kegilaan dari sang penciptanya (seniman).
Jenis pertama adalah sang roh kapital, tapi apa sesungguhnya mahkluk jenis ke-dua yang disebut seniman itu?

Seperti seorang Blanco yang terkenal di kota ini. Ia sesungguhnya tidak ada bedanya dengan para pelukis jalanan yang sering kutemui.
Sebuah kompleks bangunan seperti istana telah diwujudkan, tapi selalu kucium aroma kebesaran tidak terletak pada kualitas kegilaannya.
Kebesarannya, seperti pada orang – orang terhormat lainnya, tidak terletak pada kualitas kedalaman dari sebuah karya, tetapi lebih kepada kepemilikan (materi + kehormatan dunia) yang menunjang karya! Inilah sebuah krisis raksasa pada segala pekerjaan: dimana pekerja, hasil kerja, nilai kerja dan sang penilai masing–masing tertipu oleh sesuatu yang sama dalam dirinya sendiri… mmg! Bahkan, setelah ilusi kepemilikan telah dibersihkan dalam diri mereka, masih ada jurang – jurang curam dan jalan–jalan sesat yang tak terlihat pada kualitas kedalaman dari karya itu sendiri. Di dalam sana… di dalam diri Blanco itu sendiri, melalui lukisan–lukisan, dia berusaha memenuhi kehendak dalam seksual-nya yang paling dalam dan paling pribadi… Sebuah variasi kenikmatan ingin disadari, dicari dan dinikmatinya dalam gua–gua hasrat tubuhnya yang paling gelap dan kelam… Sebuah pencarian dan pengejaran yang tiada habis–habisnya… Hasrat seksual yang tak pernah terpuaskan… Terjebak hingga menjelang ajal dalam kebermaknaan liar imajinasi; aku menyebutnya! Dia lupa akan kehidupan. Beginilah kiranya pandangan yang sempit dan dalam dari jiwa segala seniman!

katharsis-holydiary [10092005_(6)]

11 November 2009

...

Berhenti di sebuah banjar… ya aku memang lebih menyukai perjalanan ketimbang tujuan dari perjalanan itu sendiri. Daerah–daerah alam pariwisata yang diperjual-belikan merupakan cacat tersendiri bagiku. Karena dengan adanya tubuh, segalanya ingin dikuasai manusia?…

Siang hari yang terik, kembali diriku terbenam ke dalam kesendirian… Bicara soal pembunuhan dan kematian, sesungguhnya semua itu sama entengnya dengan makan, hanya saja karena kita memiliki tubuh pula semua itu menjadi berat!

Mmmg… dengan sendirinya dan sangat alami bahwa segala upacara dan pertemuan ritual hanyalah perbuatan yang disuguhkan kepada turunan–turunan kita. Lalu ketika beban hidup datang, segala perbuatan itu pun menjadi tempat pelarian bagi jiwa–jiwa yang berat…

katharsis-holydiary [09092005_(5) ]

Serangan Dari Dunia Manusia

Terbangun di subuh hari, aku merasakan kesendirian yang menyesakkan…Beban hati dan pikiran yang hampa dan tanpa arah. Aku memahami apa yang terjadi dengan diriku. Kesadaran pikiran atas dunia manusia ingin merebut kembali keramaiannya. Segera harus kutemukan teman–teman halusku di balik pagi yang akan menjelang…

katharsis-holydiary [09092005_(5) 05:05]

Ketidak-sadaran Orang Suci

”Penggiring”, demikianlah orang suci itu menyebutnya. Dengan rambut yang ditakdirkan panjang seperti tak terurus, lengket dan kering, dia mengakui bahwa semua itu rahmat dari sang pengiring… Kemana dia pergi, adalah tanpa tujuan…! Dia sesungguhnya bukanlah orang suci, bagiku ia sama seperti sebelumnya. Dari seseorang yang tak mampu berpikir sadar dengan pikiran, lalu terlempar tetap tak mampu berpikir sadar dengan pikiran… Dari ketidak-kendalian atas perbuatan yang dinilai buruk / kotor oleh dunia manusia hingga ketidak-kendalian atas perbuatan yang dinilai baik dan suci oleh dunia manusia… Kedua tak-kendalian ini berada di sepanjang hidupnya hingga kini… Tidakkah selama ini dia hidup lebih banyak menggunakan naluri, sebuah indikator KEsadaran yang tidak bergerak pada alam KesadaraN.Sebuah kondisi di mana alam sadar kalah bersaing dengan naluri…

katharsis-holydiary [08092005_(7) ]

04 November 2009

Jiwa Bebas

Aku sedang memikirkan apa yang disebut jiwa bebas dari daya final-ku… Jiwa bebas, sesungguhnya berada di dalam kontrol nilai dalam dunia manusia, baik itu nilai subjektifitas kita, objektif maupun tradisi. Tapi andai demikian halnya, bukankah hari ini aku seharusnya tidak berada di sini… di bawah pohon yang kering ini?! Jiwa bebas membuat gerak tubuh kita tanpa arah, karena pikiran daya final juga sangat bebas, bahkan pikiran jenis ini merupakan kerajaan dari segala jenis pikiran dalam kehidupan ini. Lalu, bagaimana tubuh fisik ini harus bergerak? Apa aku harus mendiamkan dan membiarkan mulutku berbicara tentang ketinggian–ketinggian yang terselubung di dalam baik dan buruk? Ini adalah nasib besar bagi sang tubuh. Daya final harus memilih jalan untuknya agar Ia pun dapat bekerja dengan baik di dalamnya… di dalam satu unit kecil dari konstelasi alam yang disebut tubuh itu… Andai daya final selalu bebas dan utuh, maka bukankah tubuh bebas berada di mana saja?

Hal ini tentu membuat tubuh tidak dapat mengambil keputusan (gerak). Ia menjadi sangat pasrah dan tergantung pada segala sesuatu di luarnya… Jika memang demikian, bukankah kehidupan tidak pernah ada andai segala unit yang terjalin dalam konstelasi alam ini masing–masing saling mempengaruhi? Juga, tidak akan ada mobilitas apa pun pada segala benda konkret di dalam dunia ini, andai semuanya terlahir telah memahami daya final dan mungkin kelahiran (fisik) itu sendiri pun sebenarnya tidak akan ada…

Maka, sesungguhnya segala hal yang konkret juga sangat menentukan nasib besar dari jiwa bebas daya final… Pertanyaan utama: Kenapa segala benda (fisik konkret) itu ada bersama–sama dengan daya final dalam kehidupan ini?

Tunggu… kutunda dulu pencarian ini dalam pikiranku. Baru saja aku merasa seolah jiwaku turun kepada segala sesuatu di sekitarku: sapi, pohon, goyangan rumput dan sebagainya… Kulihat pohon yang memayungi sepedaku saling berbicara.

Mereka memang tidak memiliki alat indera yang berwujud fisik layaknya manusia, tapi daya final-ku telah turun dan membuat indera fisikku berfungsi layaknya tidak seperti manusia, tapi berfungsi pada tatanan yang lebih general.

“Kita semua sesungguhnya bagian dari kehidupan ini, termasuk campuran logam dan plastik yang membentuk sepeda melalui tangan manusia. Kita semua berada dalam konstelasi segitiga daya final, dan sepeda adalah mahkluk junior dari keluarga besar kita” bisik sang pohon kepadaku sambil dengan lembut menggoyangkan seluruh batang daunnya…

Ya, memang sering kulihat ia menyisir rambutnya itu dengan angin, tidak seperti manusia!… Terakhir, kita berdua saling menatap dan tersenyum, tapi dengan lengkung bibir yang berbeda…

katharsis-holydiary [08092005_(7) 09:30]

03 November 2009

Kerinduan

Hari ini, perjalanan kumulai lagi. Di bawah sebuah pohon aku beristirahat setelah menempuh perjalanan sekian panjang. Apa yang kucari di hamparan padang rumput ini, hanyalah ingin menemukan kembali pengalaman liarku dengan alam! Ke mana perginya pengalaman yang hening itu? Aku sungguh merindukannya. Biar kudiamkan diriku sejenak… Kenapa begitu sulit untuk menemukan kembali keinginanku? Ada kebimbangan-kah?

Sudah satu jam aku duduk di bawah pepohonan ini, tapi tidak sesuatu pun yang kutemukan? Masa-masa kesendirianku yang membahagiakan, di manakah semua itu terkubur? Memang hal ini kadang sulit aku munculkan sendiri, harus ada alam yang membantuku… Kuharap sore nanti, segala yang tersembunyi dalam diriku dapat tampil kembali. Di dalam layar pikiranku, sekaligus di atas kertas-kertas kosongku ini. Aku ingin bisikan dari bibir Ia yang lembut…


katharsis-holydiary [08092005_(7) 09:30]