Selamat Datang di Blog Diary Saya...

Anda dapat menelusuri Tulisan Lengkap saya tentang Proses Utuh Perjalanan Spiritual di:
http://katharsis-completejourney.blogspot.com/
Tulisan saya yang lain :
http://taskm.blogspot.com

21 Februari 2009

Pembicaraan Dengan Batu Karang Tentang Roh Semesta

Di atas dudukan batu karang ini, ada suasana asing yang bertiup langsung ke arahku. Bukan karena kekuatannya, tapi ada perubahan besar yang memaksa, yang harus kusesuaikan dengan tubuhku, agar ia dapat bertahan.

Pohon–pohon yang hidup di antara karang, aku yakin diri mereka adalah jenis–jenis yang memiliki hati yang setegar karang. Hidup ratusan tahun… dan batu–batu karang ini, mereka hidup dan membesar dari air laut. Mereka adalah mahkluk hidup yang berumur panjang, tapi aku tidak pernah menginginkan umur panjang mereka. Aku harus menjalani takdirku sendiri menuju Roh Semesta. Letak takdir semua mahkluk adalah menuju Roh Semestanya masing–masing, tetapi cara dan jalurnya berbeda–beda. Kutantang pada batu–batu karang:
“Dengan masa hidup yang panjang, apa kalian sudah menemukan Roh Semesta-mu sendiri?”.

Semua yang hadir, kudengar pembicaraan dengan bahasanya masing–masing. Tapi masing–masing dari mereka, yang kutangkap adalah besar kecilnya suara. Tekanan suara universal yang berubah karena saling mempengaruhi. Tekanan suara, kuat tidaknya sebuah wewangian, panas tidaknya sesuatu dan tinggi rendahnya sebuah objek adalah lebih esensial dari pada bahasa penanda yang dimaknai sendiri…

Baru saja kusaksikan cara terbang seekor elang, mengagumkan! Di dalam bingkai cakrawala biru yang luas, ia melayang mengimbangi angin. Persis seperti Roh Semesta-ku yang sedang berenang dalam lautan hati yang jernih. Sangat stabil kuperhatikan ekor dan sayap–sayapnya. Ia bukanlah penerbang yang baru belajar. Sulit perumpamaanku kupasangi sayap–sayap yang menyerupai sayapnya, Sungguh!


Kebudayaan mengubur adalah ilusi tersendiri. Lihatlah semua yang hidup dan yang mati. Semua itu harus berjalan bersama. Batang–batang dan dedaunan pohon yang menua, jatuh di antara bebatuan yang sedang menikmati kebahagiaannya dalam membelah diri. Batu yang berkembang biak. Maksudku: mereka memiliki masa kehamilan yang paling lama di antara seluruh mahkluk bumi. Tidak adakah duka di antara mereka? Dedaunan membusuk menggemukkan badan dari batu. Sedangkan batu membentuk jalur-jalur air untuk tetumbuhan. Pemukiman dari bebatuan ini baru saja membisikkan kepadaku, bahwa mereka semua dalam masa–masa subur... masa–masa dimana sedang membentuk alur–alur pada tubuhnya.

Tapi kukatakan pada mereka, “Bukankah kehamilan kalian berlangsung sepanjang abad. Kapan kalian akan berhenti beranak?”

Lalu salah satu dari mereka menggelinding ke hadapanku dan berkata “Dunia ini ada, dengan kehendak utama berkembang biak. Engkau sendiri, apa yang engkau lakukan di kediaman kami. Bukankah engkau ingin belajar dari kami? Lalu ajaran itu beranak dalam pikiranmu dan engkau kembang-biakkan ke dalam pikiran mahkluk lain?”

Kalau memang demikian, berarti para karang–karang ini beranak di dua tempat dengan satu dorongan. Menghasilkan anak dalam pikiranku dan menghasilkan anak dari tubuh keras mereka. Anak–anak pikiran adalah anak–anak menuju Roh Semesta. Dari segala mahkluk anak pikiran ini, ketika mereka bersikap tanpa membedakan, maka terbukalah jalur menuju Roh Semesta. Yang kemudian mengendalikan anak dari tubuh yang masing–masing sesungguhnya adalah terpisah.


katharsis-holydiary[12012004(1)]

19 Februari 2009

Laut Dalam dan Puncak Gunung

Kemenjadian… dari ombak–ombak besar, dipecah oleh barisan–barisan karang di bawah air, lalu jadilah mereka anak–anak ombak yang memiliki kekuatan yang lemah. Sebaliknya, kerajaan batu karang semakin dekat dan menguat menuju gunung. Puncak gunung dan laut dalam adalah tempat–tempat para sesepuh mahkluk bermeditasi.
Di dua tempat inilah ada nasihat alam yang mengkristal. Ini dikarenakan kondisinya yang paling sedikit berubah... Kondisi di mana masing–masing dari mereka memiliki kekerasan dan endapan yang paling tua.

Dengan demikian, banyaklah roh pemikiran yang bersemayam di sana.

Kita mahkluk hidup, berjalan di antara keduanya. Maka, ujian keberadaan Roh Semesta kita yang terakhir adalah pergi kepada dua sesepuh ini, sang intan dan sang mutiara. Yang masing–masing paling akrab dengan pusat langit dan pusat bumi…




katharsis-holydiary[12012004(1)]

13 Februari 2009

Tentang Kemenjadian

Jauh ke selatan adalah pinggiran pantai… jalan setapak kutelusuri.
Batu karang yang begitu banyak. Pagi hari ombak sedikit ganas, tapi menjelang siang mereka lebih tenang. Karang, ya, aku sedang menunggu apa yang ingin mereka ajarkan hari ini. Siapa yang mampu memecahkan kalian? Sedemikian kerasnya. Aku akan membuat kalian bergetar saja dengan perumpamaan–perumpamaanku…

Kalian memang keras dan selalu berdiri tegar membentuk gunung. Lalu, beberapa dari kalian berubah menjadi sesepuh intan permata. Begitu lama waktu yang kalian perlukan. Demikian denganku sekarang. Aku masih seperti kalian… seperti anak–anak karang! Tapi kukatakan: sebenarnya pikiran–pikiran kalian sudah sangat tua, dibanding orang tua manapun. Aku seperti kalian, yang masih belajar untuk menjadi intan. Intan adalah puncak ajaran kalian. Bukan hanya karena pancarannya yang indah ketika terkena cahaya matahari, tapi karena keras-nya ajaranmu yang tertutup… tertutup di bawah anak–anak karang.

Suatu saat nanti, aku akan menjadi intan… Tulisan–tulisanku itu, ia sedang belajar memanjat sekarang.

Dunia ini adalah dunia kemenjadian. Segala tubuh adalah penanda waktu, tapi jiwa dapat melampaui waktu. Dua–duanya bukanlah patokan. Yang harus kita cari adalah bagaimana cara kita menunda dan melampauinya. Waktu dan ruang eksistensi-lah jawabannya. Cara gerak ayam adalah transisi hewan darat ke udara, manusia ke burung dan di antara ketiganya masih banyak mahkluk lain. Mahkluk – mahkluk lain… itulah kemenjadian!

katharsis-holydiary[12012004(1)]

11 Februari 2009

Bintang Raksasa

Gentar Roh Semesta… ketika santap malam, kulihat bintang raksasa di sisi barat. Sepertinya aku melihatnya bergerak. Sinar yang terang benderang, lalu meredup dan menghilang. Tidak lama ia muncul lagi dan menjadi terang, demikian seterusnya. Ada apa ini? Takdirku untuk menggapaimu? Kenapa hanya aku seorang yang ditunjuk untuk menyaksikanmu? Sungguh aku dipermainkan… terlalu kebetulan. Aku kesulitan bercerita tentang dirimu di dalam diriku sendiri, wahai tamu asing yang agung! Terlalu tinggi kucarikan perumpamaan untukmu. Maka, kubiarkan saja Roh Semestaku duduk dan menyaksikanmu dengan mulut ternganga dan mata melotot…

Pertemuan dengan sesuatu, menurut Roh Semesta tidak dapatlah dikatakan berkisar sebagai alat, sahabat, teman hidup, saudara atau pun lainnya. Tapi ia berkisar: di antara semua itu. Ada yang hanya sekedar menatap, ada yang hanya berbicara dua patah kata, ada pertemuan yang dikarenakan untuk memenuhi satu bagian dari tujuan, ada pula yang dipertemukan untuk bertengkar, bahkan yang paling sering adalah yang hanya lewat di hadapan kita…

katharsis-holydiary[11012004(7)]

08 Februari 2009

Tentang Kata-kata (I)

Menulis, merangkai kata–kata perumpamaan adalah anak–anak tanggaku untuk melihat sesekali ke dalam kediaman Roh Semesta. Kata–kata selalu melambungkan aku. Kedua kakiku seperti dipasangi pegas, lalu aku meloncat tinggi–tinggi. Di ketinggian sesaat itu, kucium langit–langit kebijaksanaan dan kuhirup dalam-dalam udaranya. Agar ketika turun nanti, sebelum menyentuh tanah, aku dapat meniupkan udara suci itu ke seluruh bumi. Terutama ke dalam setiap jiwa mahkluk yang bernafas dan membebaskan serta mengusir setiap roh yang mengikat.
Lingkar pegas dan panjangnya adalah makna dari kata-kataku yang harus kunyanyikan dan kuambil secara acak dari tempat–tempat yang jauh. Semakin jauh, maka loncatan ke udaraku akan semakin bebas. Begitulah… andai kata–kata yang terkubur paling dalam datang berkunjung dengan jalan gontai dan tertatih–tatih, lalu menjerit ingin menjadi tangga pijakanku... Itu juga menjadikan terbang naikku semakin lincah.

katharsis-holydiary[11012004(7)]

07 Februari 2009

Keburukan Yang Direncanakan

Kebetulan–kebetulan adalah bahasa kebijaksanaan. Pertemuan kita dengan segala sesuatu di luar kita tanpa perencanaan, sebenarnya lebih berguna dari pada apa yang kita rencanakan. Kekecewaan, kesedihan, frustasi dan putus asa serta setumpuk nilai–nilai negatif lainnya adalah musuh–musuh yang semakin menguatkan kita. Tapi, bagiku tidak hanya sekedar itu. Akan kubalikkan segalanya! Akulah yang akan merencanakan kapan datangnya musuh–musuhku dan hal–hal buruk tersebut. Lalu kebetulan–kebetulan dari semua itu adalah sahabat–sahabat yang datang… Namun, mereka–mereka yang datang ini, kubiarkan terlantar dan kelaparan dulu. Aku menunggu sampai sifat bengisnya muncul. Kebengisan yang berkehendak. Dan akhirnya, jadilah mereka musuh–musuh yang berkehendak, yang kemudian bergabung dengan musuh–musuh hasil rencanaku. Bukankah ini akan menjadi sebuah kekuatan yang sangat besar, yang dapat berlipat–lipat sampai akhirnya semua tidak dapat berlipat. Di sanalah letak bukit tempat duduk sahabat sejati kita… Kebahagiaan Roh Semesta, aku menamakannya!

katharsis-holydiary[11012004(7)]

06 Februari 2009

Dua Jenis Kebahagiaan Dalam Satu Kehidupan

Oh Roh Semesta… kenapa kemiskinan dan kesederhanaan begitu mirip denganmu? Sering kulihat, engkau bersembunyi di belakang semua itu! Dan pernah aku menangkap tingkah lakumu yang sangat pendiam. Apa diam begitu lama tidak membunuhmu suatu hari nanti? Ketidak pedulianmu itu membuatku bingung dalam menjalani hidup, tapi di dalamnya ada kedamaian yang melampaui segalanya. Aku sedang mencari momen–momen dalam keseharian, supaya nantinya dapat sejajar dengan ketidak pedulianmu. Sungguh sulit! Kesulitan ini bukan terletak pada diriku, sudah pernah kulalui. Kesulitanku terletak pada kebahagiaan orang lain. Aku dapat membaca puncak-puncak kebahagiaan orang lain dibanding mereka sendiri. Jika aku memang memiliki timbangan alam yang paling adil, kebahagiaan orang lain memiliki makna sepenuh maknaku mengenal Roh Semesta. Dan aku, orang–orang itu meletakkan kebahagiaannya di dalamku, lalu bagaimana sebaiknya aku harus bersikap? Sedangkan aku memiliki kebahagiaan yang tidak dapat ditampung oleh hati umat manusia manapun. Kebahagiaanku dapat membunuh kebahagiaan kecilmu, wahai manusia?! Haruskah kebahagiaanku kukecilkan juga, agar dapat bergabung dengan kebahagiaan para manusia? Duduk bersama dengan mereka, mabuk bersama serta berteriak histeris ketika melihat mahkluk setan datang membawa golok maut untuk mengadili…

Tapi, sesungguhnya di dalam kebahagiaan para manusia terkubur kebahagian Roh Semesta. Apakah engkau merasakannya, wahai para manusia?!

Roh Semesta telah memilih diriku... Itulah jalan hidupku!

katharsis-holydiary[11012004(7)]

05 Februari 2009

Beban Kebahagiaan

Kebahagiaanku seperti berada di atas seutas tali. Ia harus pandai memainkan keseimbangan tubuhnya, karena kebahagiaan–kebahagiaan lain juga berebutan naik ke atas bentangan tali ini. Inilah keadaan jiwaku saat ini. Semua jenis kebahagiaan berada pada satu jalan, yang secara bersamaan menghasilkan beban yang demikian berat… Bebanku bukan karena kerumitannya yang tidak terlihat, bebanku juga bukan karena kepenuhan. Tapi, bebanku dikarenakan semua kebahagiaan itu ingin meniupkan puncak – puncak maknanya yang terdalam… Oh hujan, engkau juga menjadi salah satu dari mereka!

katharsis-holydiary[11012004(7)]

03 Februari 2009

Kebermaknaan Duniawi... Kebermaknaan Roh Semesta

Hujan! Membawa kita ke atas, agar dapat melihat dengan jelas. Tapi janganlah engkau menajamkan kuku dan menancapkan cakar di ketinggian itu, karena akan tumbuh cita–cita buruk.
Kesementaraan di atas, untuk melihat keindahan di bawah. Lalu turunlah ke bawah untuk mengalir bersama keindahan itu sendiri. Inilah yang ingin kunyanyikan kepada semua manusia yang merasa miskin materi. Pelapis kaki yang lusuh dan tubuh yang berbau keringat bercampur sinar matahari.
Kebermaknaan yang tidak bermakna… Sungguh! Bagaimana aku harus memperlakukan dua hal ini? Semuanya seperti satu, fana memang! Kebermaknaan seperti kesetiaan yang ada di dunia manusia, tetapi ketidakbermaknaan di dunia Roh Semesta. Apa yang mereka ributkan? Ketika mereka berebutan tempat dalam layar pikiran ini, di sanalah beban terberatku. Aku melihat sebuah bayang – bayang kebahagiaan yang aneh di balik perkawinan dua anak manusia. Ia jadi aneh dan salah tingkah karena tubuhku terpaut keinginan. Andai keinginan ini dipenuhi, aku merasa hal ini akan menjadi semakin aneh…


katharsis-holydiary[11012004(7)]

02 Februari 2009

Pertanyaan Tentang Eksistensi

Takdirku di pertemukan dengan seseorang secara kebetulan… Kebetulan adalah bahasa kebijaksanaan. Kembali, hujan kembali berkunjung di pagi ini, kasih eksistensiku sangat besar, dan aku mendengar ia berteriak baru saja. Sebuah pertokoan kecil dengan beberapa helai baju yang digantungkan di empat sisi tembok, kubayangkan. Apakah para penjaga toko sedang memandangi air hujan yang lewat di hadapan mereka. Air yang keruh bercampur dengan tanah berpasir yang lembab, mengalir dan menyentuh beberapa papan kayu hitam yang lapuk di bagian bawahnya. Sungguh fana hidup ini? Kutangkap itu! Sebuah lapak kecil dengan beberapa penutup seadanya, angin bertiup dari arah sungai yang berjembatan kayu. Hujan selalu... selalu saja membuat orang–orang tercengang. Tercengang dan mempertanyakan tentang eksistensinya di dunia ini.

Tapi aku fahami itu. Biarlah kubebaskan semua jalan buntu intuitif ini, anak manusia! Aku ingin mengalunkan dengan suara lembut di gerbang hati kalian, bahwa ada keindahan eksistensi di belakang kebuntuan itu. Bukanlah sebuah ambisi yang akan dilahirkan di sana, karena lompatan semu seperti itu adalah pelarian yang berlipat dua kali. Dua kali lebih licik dari pada iblis manapun. Jarak manusia terhadap cermin ingin meloncat ke dalam jarak yang terbentang pada bayangan di dalam cermin. Dan cermin sendiri sebagai jalan tengahnya.

katharsis-holydiayr[11012004(7)]