Takdirku di pertemukan dengan seseorang secara kebetulan… Kebetulan adalah bahasa kebijaksanaan. Kembali, hujan kembali berkunjung di pagi ini, kasih eksistensiku sangat besar, dan aku mendengar ia berteriak baru saja. Sebuah pertokoan kecil dengan beberapa helai baju yang digantungkan di empat sisi tembok, kubayangkan. Apakah para penjaga toko sedang memandangi air hujan yang lewat di hadapan mereka. Air yang keruh bercampur dengan tanah berpasir yang lembab, mengalir dan menyentuh beberapa papan kayu hitam yang lapuk di bagian bawahnya. Sungguh fana hidup ini? Kutangkap itu! Sebuah lapak kecil dengan beberapa penutup seadanya, angin bertiup dari arah sungai yang berjembatan kayu. Hujan selalu... selalu saja membuat orang–orang tercengang. Tercengang dan mempertanyakan tentang eksistensinya di dunia ini.
Tapi aku fahami itu. Biarlah kubebaskan semua jalan buntu intuitif ini, anak manusia! Aku ingin mengalunkan dengan suara lembut di gerbang hati kalian, bahwa ada keindahan eksistensi di belakang kebuntuan itu. Bukanlah sebuah ambisi yang akan dilahirkan di sana, karena lompatan semu seperti itu adalah pelarian yang berlipat dua kali. Dua kali lebih licik dari pada iblis manapun. Jarak manusia terhadap cermin ingin meloncat ke dalam jarak yang terbentang pada bayangan di dalam cermin. Dan cermin sendiri sebagai jalan tengahnya.
katharsis-holydiayr[11012004(7)]
02 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar