Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang semalam, tibalah aku di sebuah kota kecil dimana orang menyebutnya sebagai kota seniman. Dan pagi tadi, setelah kutelusuri sebagian dari kota ini… Sengaja aku menunggu apa yang ingin dikatakan
daya final-ku terhadapnya… terhadap segala roh yang beterbangan di kota ini…?
Seperti halnya orang–orang dunia yang berbuat dan mencipta, demikian pula yang terjadi pada kota ini. Segala hal yang dilakukan selalu mengarah pada kegunaannya untuk
diperdagangkan, bukan kegunaan untuk mengekspresikan diri… Ada juga yang berkarya untuk
mengekspresikan diri lalu kemudian untuk diperdagangkan. Tapi bagiku, kedua jalan tersebut tetap memiliki hubungan yang cacat antara sang manusia dan karya–karyanya. Yang pertama tadi memiliki kecenderungan untuk terjadi pada orang–orang yang memiliki perekonomian rendah, dimana berusaha untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Sedang yang kedua, memang lebih mungkin terjadi pada orang–orang yang memiliki perekonomian yang lebih mapan, karena ia memiliki kemungkinan waktu lebih untuk memikirkan karyanya dan tidak memiliki kecemasan terhadap kebutuhan pokok!
Kembali, bagiku ke dua jenis manusia tadi tidak mengerti ekspresi dari segala benda yang digunakannya dalam berkarya. Jenis pertama, benda–benda “disakiti” dan dipaksa untuk memenuhi kebutuhan kuantitas manusia. Dan yang ke-dua, benda–benda “dipaksa” untuk melayani kualitas dari cita–cita dan kegilaan dari sang penciptanya (seniman).
Jenis pertama adalah sang roh kapital, tapi apa sesungguhnya mahkluk jenis ke-dua yang disebut seniman itu?
Seperti seorang Blanco yang terkenal di kota ini. Ia sesungguhnya tidak ada bedanya dengan para pelukis jalanan yang sering kutemui.
Sebuah kompleks bangunan seperti istana telah diwujudkan, tapi selalu kucium aroma kebesaran tidak terletak pada kualitas kegilaannya.
Kebesarannya, seperti pada orang – orang terhormat lainnya, tidak terletak pada kualitas kedalaman dari sebuah karya, tetapi lebih kepada kepemilikan (materi + kehormatan dunia) yang menunjang karya!
Inilah sebuah krisis raksasa pada segala pekerjaan: dimana pekerja, hasil kerja, nilai kerja dan sang penilai masing–masing tertipu oleh sesuatu yang sama dalam dirinya sendiri… mmg! Bahkan, setelah ilusi kepemilikan telah dibersihkan dalam diri mereka, masih ada jurang – jurang curam dan jalan–jalan sesat yang tak terlihat pada
kualitas kedalaman dari karya itu sendiri. Di dalam sana… di dalam diri Blanco itu sendiri, melalui lukisan–lukisan, dia berusaha memenuhi
kehendak dalam seksual-nya yang paling dalam dan paling pribadi… Sebuah
variasi kenikmatan ingin disadari, dicari dan dinikmatinya dalam gua–gua hasrat tubuhnya yang paling gelap dan kelam…
Sebuah pencarian dan pengejaran yang tiada habis–habisnya… Hasrat seksual yang tak pernah terpuaskan… Terjebak hingga menjelang ajal dalam kebermaknaan liar imajinasi; aku menyebutnya!
Dia lupa akan kehidupan. Beginilah kiranya pandangan yang sempit dan dalam dari jiwa segala seniman!katharsis-holydiary [10092005_(6)]